Kuliner Tasak Telu Siap Masuk Hotel-Hotel Di Karo

Klik nusae – Kabupaten Karo, Sumatera Utara adalah satu dari sekian banyak daerah di Indonesia yang memiliki ragam kuliner. Kabupaten yang terletak di dekat Bukit Barisan ini bahkan memiliki kuliner otentik, seperti Tasak Telu dan Cipera.

Tasak Telu merupakan hidangan yang terdiri dari 3 komposisi utama, daging ayam rebus, kuah kental, dan sayur cincang.

Ayamnya direbus menggunakan bumbu rempah. Air rebusannya disisihkan dan disajikan sebagai kuah atau sup.

Sementara itu, sayur cincang terdiri dari kacang panjang, batang pisang, jantung pisang, daun pepaya, daung singkong, dan tauge.

Semuanya lalu diurap menggunakan parutan kelapa berbumbu. Untuk Cipera juga menggunakan potongan daging ayam kampung dengan leher, sayap, kaki, hati, dan ampela.

Komposisi ini dimasak dalam tepung jagung sampai empuk plus berkuah kental. Tepung jagung itulah yang disebut sebagai Cipera.

Makanan ini memiliki cita rasa pedas dan asam yang berasal dari tuba atau andaliman serta asam cikala. Karena cita rasa yang unik dan otentik itu, Tasak Telu dan Cipera akan digunakan sebagai sarana untuk menarik kunjungan wisatawan ke Karo.

Suasana resto Tolido Inn di Samsoir yang selalu ramai pengunjung. Foto:adhi

Caranya, dengan menyajikannya sebagai hidangan di hotel-hotel di daerah Karo.  Dengan kehadiran kuliner khas Karo di hotel-hotel tersebut, diharap dapat memberikan pengalaman berbeda bagi wisatawan.

Implementasinya pun telah dibahas dalam Forum Group Discussion (FGD) Kesepahaman Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja pada 23 Mei 2019 lalu, di Grand Mutiara Hotel, Brastagi, Karo, Sumatera Utara.

FGD yang digelar oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar) itu mendapat sambutan baik. Sejumlah hotel di Karo, berkomitmen untuk menyediakan kuliner tradisional.

Perwakilan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karo Dickson Pelawi mengungkapkan, kuliner tradisional Karo telah siap masuk ke hotel-hotel

Menurutnya, dahulu kuliner tradisional pernah dikenalkan melalui penginapan-penginapan. Setelah FGD, hal tersebut dapat dilakukan kembali.

“Pun demikian dengan hotel-hotel. Untuk hotel, menu tradisional bisa di-setting untuk makan malam. Komposisinya tentu diserahkan kepada masing-masing hotel,” kata Dickson dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (3/6/2019).

Dari FGD itu, Brastagi akan mengangkat 10 jenis kuliner otentiknya. Di antaranya Cipera, Bohon Bohon, Lemang Lemang, Tasak Telu, Pagit Pagit, juga Lomok Lomok.

Tasak Telu,kuliner khas Karo,Sumatera Utara. Foto:IG-@angelakronika

Ada juga Panggang, Cincang Bulung Gadung, Gule Berek, atau Cibet Nurung Cikala. Selain itu, Brastagi mengenalkan pula kembali 12 kue khasnya, misalnya Cimpa Unung Unung, Cimpa Tuang, Cimpa Matah, Lemet, Onggal Onggal, Jong Labar.

Sarana promosi ideal Pemilihan hotel sebagai sarana promosi kuliner khas Karo bukan tanpa alasan. Sebab, hotel di Karo mengalami pertumbuhan kompetitif.

Pada 2017, jumlah hotel di Karo mencapai 104 hotel. Ketersediaan kamarnya mencapai 2.206 kamar. Jumlah tersebut naik dari tahun 2016.

Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adnyani mengatakan, kenaikan jumlah hotel itu membuat hotel menjadi sarana ideal untuk mempromosikan kuliner khas Karo.

“Jumlahnya sangat besar dan grafiknya rata-rata naik. Dengan daya tarik ini, diharapkan kunjungan wisatawan naik. Masa tinggal rata-ratanya menjadi lebih lama di Karo,” ucapnya.

Untuk itu, menurut Giri, sudah seharusnya kuliner khas Karo diberi ruang besar kepada publik. Mengacu komposisi terakhir, rata-rata okupansi hotel di Karo mencapai 40 persen.

Salah seorang wisatawan sedang menikmati keindahan Danau Toba di Tuktuk,Samosir,Sumatera Utara. Foto:adhi

Untuk masa tinggalnya rata-rata hanya 18 jam. Ini berarti kebanyakan wisatawan hanya singgah di Karo.  Padahal menurut data tahun 2017, sebenarnya pergerakan wisatawan di Kawasan Danau Toba cukup kompetitif.

Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 162.700 dengan lama tinggal 2,06 hari.   Sementara itu, wisatawan nusantara (wisnus) berjumlah 3,03 juta orang dengan rata-rata waktu tinggal selama 1,39 hari.

Upaya promosi ini pun didukung oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. Menurutnya, Karo memiliki potensi kuliner tradisional yang sangat besar untuk dikembangkan. Sebab, dapat menjadi ciri dari destinasi bersangkutan.

“Kuliner juga memegang fungsi penting dalam sebuah destinasi. Bila didorong, akan ada value ekonomi yang bisa dinikmati oleh hotel,” kata Arief.

(adh/kom)

 

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya