Untuk Mendongkrak Wisman Wisata Desa Perlu Digerakan

 

Situ Cilangla di Kampung Cilangla, Desa Raksasari, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Foto:IG

JELAJAH NUSA – Tim Percepatan Wisata Pedesaan dan Perkotaan melakukan pemetaan potensi desa-desa wisata. Hal ini dilakukan untuk mengukur kekuatan daya tarik masing-masing desa wisata dan dibuatkan tingkatan dari rintisan, berkembang, maju dan mandiri.

Vitria Ariani, Ketua Tim Percepatan Wisata Perdesaan dan Perkotaan mengatakan dengan klasifikasi ini nantinya akan memudahkan dalam promosi yang tepat sasaran, program peningkatan kapasitas dan juga pengembangannya.

“Kita jadi punya skala prioritas dalam membangun maupun memasarkannya. Tahap awal ada tiga target wilayah utama yang disasar, yakni great Bali, great Jakarta dan great Kepri,” ungkap Vitria di Jakarta, Jumat (27/04/2018).

Ketiga pintu masuk terbesar wisman ini akan dioptimalkan desa-desa wisatanya untuk menarik wisman. Dengan target 20 juta wisman di 2019, keberadaan desa-desa wisata tersebut memiliki andil besar menjadi penyokong wisman.

Vitria menjelaskan, pembagian kelas dari rintisan, berkembang, maju hingga mandiri untuk mempermudah pemerintah dalam membantu pengembangannya.

Yang sudah mandiri tentu berbeda penanganannya dengan maju, begitu juga yang kategori berkembang akan berbeda dengan yang masih rintisan.

“Dari 2000 desa wisata di Indonesia kami targetkan 100 desa wisata mandiri, tahap awal 30 desa, dan saat ini sudah 10 desa teridentifikasi. Tentunya yang sudah memiliki unsur 3A (akses, atraksi, amenities) dan SDM nya yang siap, masuk dalam kategori desa wisata mandiri,” ungkap wanita yang akrab disapa Ria ini.

Tidak hanya itu, tambah Ria, desa-desa wisata tersebut akan dibuatkan story telling dalam bentuk film pendek yang menarik. Dengan story telling yang kuat akan menjadi materi promosi efektif ke wisatawan.

“Desa wisata menjadi tempat dituju wisman ketika ingin melihat kearifan lokal suatu daerah, masyarakat desa yang masih memegang teguh adat istiadat menjadi daya tarik. Sebab itu story telling menjadi hal utama yang ingin didengar dan dilihat wisman ketika berkunjung ke desa wisata,” ungkapnya.

Vitria Ariani, Ketua Tim Percepatan Wisata Perdesaan dan Perkotaan. Foto:Dok

Dukungan Dana Desa

Kesempatan terpisah, Rafdinal, Direktur Perencanaan dan Identifikasi Daerah Tertinggal, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengatakan penggunaan Dana Desa dan BUMDes dapat menciptakan desa wisata mandiri.

“Pemanfaatan Dana Desa banyak untuk membangun infrastruktur seperti jalan desa, jembatan, pasar dan sarana lainnya. Potensi Wisata yang dimiliki Desa dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa),”

Oleh karena itu pemanfaatan dana desa harus direncanakan dengan baik. Tahun lalu dana yang dikucurkan untuk pembangunan homestay, rumah jaga, fasilitas umum seperti toilet, pompa air, genset listrik, moda transportasi air dan lainnya.

“Direncanakan Tahun 2018, Dana Desa akan digunakan untuk penambahan bangunan homestay dengan swakelola,” kata Rafdinal.

Sementara itu, Doto Yugantoro, pengelola desa wisata mandiri Pentingsari, Yogja, menambahkan bahwa dalam mengelola desa wisata agar mapping semua potensi desa dan memperhatikan sedikitnya lima hal.

“Kelima hal utama itu adalah produk harus asli Desa sehingga kami di Pentingsari menjual produk Live in, wisatawan datang untuk melakukan berbagai aktivitas desa sehingga produknya jadi beragam seperti bersawah, bikin wayang suket, membuat kopi dan lainnya,” kata Doto.

Kedua adalah mewadahi aktivitas itu dalam satu kelembagaan yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sehingga ada legalitasnya sehingga pembagian kerja bagi seluruh warga yang terlibat juga jelas.

Hal ketiga yang harus dipikirkan bersama adalah SDM. Para pengelola desa wisata haruslah orang yang memiliki hati nurani dan punya misi yang sama untuk memajukan desanya. Kalau tidak memiliki hati nurani akan susah berbagi dengan sesama warga.

Faktor utama ke empat adalah pilihan wisatawan yang ingin dijaring apakah domestik atau mancanegara lalu bagaimana promosinya melalui berbagai jalur termasuk media sosial dan yang kelima adalah mengatur masalah investasi.

Doto menekankan bahwa kesiapan masyarakat desa untuk menjadikan wilayahnya sebagai desa wisata salah satu hal utama, karena merubah mindset warga bukan hal gampang.

“Apalagi menanamkan menjadi orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Kepeloporan dan menjadikan tujuan bersama lebih penting dari ego pribadi. Sebab itu peningkatan kapasitas SDM menjadi hal penting juga,” katanya.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya