Pengelola Wisata Wajib Sediakan Rest Area

Kawasan Puncak Bogor sampai saat ini belum memiliki rest area yang memadai sehingga bus-bus pariwisata sering parkir di bahu jalan. Foto:Jelajah Nusa/adhi

JELAJAH NUSA – Ketersediaan lahan parkir disetiap lokasi wisata sangat penting. Hal ini selain menciptakan kenyamanan bagi wisatawaan juga bisa membantu ketertiban umum,khususnya mengurangi kemacetan lalulintas.

Terkait hal tersebut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan meminta pengelola wisata menyediakan tempat beristirahat bagi pengemudi bus wisata.

Untuk mengakomodir hal tersebut, diadakan rapat terkait ketersediaan tempat istirahat untuk pengemudi bus di tempat wisata dengan mengundang operator bus, pengelola tempat wisata, pengamat transportasi juga Kementerian Pariwisata di Kementerian Perhubungan,belum lama ini.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, saat membuka acara mengungkapkan bahwa dari hasil analisa dan evaluasi kecelakaan lalu lintas salah satunya akibat faktor kelelahan pengemudi.

Di tanjakan Aman -tadinya bernama tanjakan Emen- yang menelan korban sebanyak 27 orang, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan bahwa salah satu faktor adalah pengemudi.

“Apakah (masalahnya karena) pengemudinya mabuk, menggunakan narkoba, capai atau ngantuk? Kami coba urai karena mengantuk atau lelah ini karena paling sering terjadi pada pengemudi bus angkutan wisata,” jelas Budi.

Pengemudi dinilai belum mendapat hak dari operator bus maupun dari tempat wisata yang dituju. Salah satu hak yang perlu disediakan bagi para pengemudi adalah ketersediaan tempat istirahat.

“Kalau mereka lelah, apakah diantara sekian pengelola tempat wisata sudah menyediakan tempat istirahat yang layak bagi pengemudi yang mau istirahat?” lanjut Budi sembari bertanya pada pengelola tempat wisata.

Budi mengatakan bahwa pengelola wisata dapat menyediakan tempat istirahat yang layak bagi pengemudi, setidaknya bisa untuk tidur supaya begitu mereka tiba di tempat wisata dapat beristirahat selama penumpangnya berekreasi.

“Tidak perlu terlalu mewah, yang penting ada tempat tidur dan kasurnya,” tambah Budi.

Saat ini Budi menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu tanggapan dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk mendorong para pengelola tempat wisata untuk dapat menyediakan tempat istirahat yang layak bagi para pengemudi.

Terkait hal ini, Bayu selaku perwakilan dari Kemenpar menyatakan bahwa penyediaan tempat peristirahatan bagi para pengemudi bus ini adalah sebuah sudut pandang baru.

Karena selama ini yang sesuai dengan perencanaan Kemenpar adalah disediakannya penginapan bagi wisatawan.

“Kami memang memiliki kewenangan untuk mengatur pola pengembangan pariwisata supaya menjadi daya tarik,” ungkap Bayu.

Kendati demikian, Bayu menjelaskan bahwa banyak diantara tempat wisata yang diluar pengelolaan Kemenpar.

“Kami terus terang tidak dapat mendorong sistem atau kerjasama mereka terkait pola pengembangannya,” lanjutnya.

Namun Bayu menjabarkan bahwa pihak Kemenpar dapat memberikan dan menambahkan persyaratan bagi tempat wisata yang memenuhi standar Sapta Pesona.

Selain itu, pihak pengelola tempat wisata yang diundang sebagian besar menyatakan kesediannya untuk membangun tempat beristirahat yang layak dan nyaman bagi pengemudi bus.

“Kami mendukung secara umum, untuk teknisnya mungkin bisa dengan surat dari dinas terkait atau pihak yang berwenang,” ungkap salah satu perwakilan pengelola Taman Mini Indonesia Indah.

“Kami dukung untuk membangun tempat istirahat pengemudi. Karena terkadang malu juga dengan wisatawan asing karena seringnya pengemudi tidur di bagasi bus tanpa mengenakan baju,” tambah perwakilan pengelola Ancol.

Perwakilan PO Manhattan, Nanang Kurnia menyampaikan masukan pembangunan tempat istirahat pengemudi ini adalah ide yang brilian.

“Akan lebih indah kalau ini dijadikan standardisasi aturan. Saya ingin usulkan untuk membuat standardisasi servis poin, apakah di pom bensin, tempat wisata atau berdasarkan jarak,” jelas Nanang.

Menilik pentingnya keselamatan pengemudi dan penumpang angkutan adalah hal yang mutlak. Dirjen Hubdat menjelaskan bahwa ada kesetaraan antara pengemudi bus dengan pilot dan masinis, karena keseluruhnya sama- sama bertanggung jawab atas nyawa penumpangnya.

“Ada perlakuan yang berbeda (antara pengemudi bus dan pilot) padahal tanggung jawabnya sama,” ujar Darmaningtyas, pengamat transportasi yang turut hadir dalam rapat tersebut.

Ia menilai bahwa semua pihak dapat memulai cara berpikir yang baru apalahi keselamatan transportasi pun harus menjadi perhatian seluruh pihak. Ia pun menghimbau kepada PO Bus untuk membuat kebijakan tersedianya 2 pengemudi, wajib berlaku mulai masa mudik tahun ini supaya pengemudi tidak terlalu kelelahan saat membawa kendaraan.

“Saya orang yang optimis kalau pengemudi kita dididik dan dijamin hak serta kewajibannya, maka perilakunya akan berubah lebih baik,”akunya.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya