Food Heritage Itu Berasal Dari Desa Wisata Hanjeli (Part I)

Kliknusae.com – Mengubah paragdima masyarakat desa dari bertambang menjadi petani komoditi biji-bijian, bukanlah perkara mudah.

Inilah yang dihadapi Asep Hidayat saat mengajak warga di kampung halamannya untuk meninggalkan usaha menambang emas ilegal menjadi petani. Para pria lebih memilih mengejar mimpi mendulang emas, sementara perempuan jadi pemukul bongkahan batuan tambang. Akibatnya, lahan pertanian jadi tidak terurus.

Pilihan bekerja di luar negeri juga masih kerap sulit ditolak warga meski resikonya sangat besar. Asep pernah merasakannya.

Meski tak pernah mengalami perlakuan buruk selama di negeri orang, Asep mendengar ada pekerja migran yang disiksa atau dilecehkan.

Bagi dia, semuanya tak perlu terjadi bila potensi di sekitar rumah bisa jadi penopang hidup warga. Akan tetapi, tak mudah mengubah pola pikir masyarakat. Pertemuan dengan penambang lelaki sulit dilakukan.

Mereka bisa berhari-hari di lubang galian. Di kampung, tersisa ibu-ibu yang menunggu bongkahan batu sambil mengurus lahan padi huma.

 

Desa Wisata Hanjeli, Savtu (11/7/2020) kedatangan tamu Dosen Univiversitas Gunadarma DKK, yang sedang kuliah S3 di IPB dan saat ini tengah melakukan penelitian Budidaya Hanjeli. di Desa Wisata Hanjeli desa Waluran Mandiri Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi. foto: dok hanjeli

Asep pun mulai melakukan sejumlah pendekatan pada tahun 2017. Hanjeli mulai diperkenalkan pada warga, dari pola tanam hingga harga jual.

Asep berani menawar gabah hanjeli Rp 4.000-Rp 5.000 per kilogram. Nominal itu lebih mahal ketimbang padi huma, Rp 3.000-Rp 3.500 per kg. Padahal, kedua komoditas pangan itu punya waktu panen sama, enam bulan sebelum dipanen.

Tawaran itu jelas menggiurkan. Ibu-ibu mau mencoba menanam. Awalnya, persentasenya penamannya 90 persen padi dan 10 persen sisanya adalah hanjeli.

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya