Ingin Masuk 10 New Bali,Pemerintah Daerah Harus Lebih Serius

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik (kiri) menerima bingkisan Wonderful Indonesia dari Menteri Pariwisata Arief Yahya usai mengikuti acara Ngobrol @Tempo bertajuk ‘Komitmen CEO pada Pariwisata Indonesia’,Senin (15/4/2019). (foto:dokumen kemenpar)

Klik nusae – Beberapa daerah yang tidak masuk dalam program 10 Bali Baru (10 New Bali) harus mulai serius memperhatikan potensi pariwisaya yang dimiliki. Pemerintah daerah mestinya  membuat prioritas dan fokus pada destinasi wisata tertentu jika ingin berhasil menggenjot devisa dari sektor wisata.

Demikian disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam acara Ngobrol @Tempo bertajuk ‘Komitmen CEO pada Pariwisata Indonesia’,Senin (15/4/2019).

Diakui, program 10 Bali Baru atau 10 New Bali membuat beberapa daerah merasa iri karena sektor pariwisata mereka dianggap tidak diperhatikan atau tak menjadi prioritas pemerintah pusat.

“Ini perintah Presiden,” kata Arief Yahya di Gedung Tempo.

Sepuluh Bali Baru yang dikembangkan mulai tahun ini adalah Danau Toba di Sumatera Utara; Tanjung Kelayang di Kepulauan Bangka Belitung; Tanjung Lesung di Banten; Kepulauan Seribu di Jakarta.

Kemudian berlanjut ke Borobudur di Jawa Tengah; Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur; Mandalika di Nusa Tenggara Barat; Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur; Wakatobi di Sulawesi Tenggara; dan Morotai di Maluku Utara.

Setelah menetapkan 10 Bali Baru tadi, Presiden Joko Widodo, menurut Arief Yahya, menajamkan lagi ke tiga destinasi wisata prioritas, yakni Danau Toba, Borobudur, dan Mandalika.

“Tambah satu lagi sebenarnya, yakni Labuan Bajo,” ucap dia.

Menteri Arief Yahya mengajak pemerintah daerah lainnya untuk benar-benar bisa mengelola potensi pariwisata dengan lebih baik lagi.

“Ini demi fokus. Prinsipnya kalau mau semuanya, kamu akan kehilangan semuanya,” katanya.

Meski begitu, Menteri Arief Yahya memahami kekhawatiran para kepala daerah.

“Makanya saya jadi agak melanggar arahan presiden. Tanpa sepengetahuan presiden, saya mengirim surat kepada gubernur untuk menentukan tiga destinasi wisata prioritas di wilayahnya,” kata Arief Yahya.

Sayang, hasilnya, tak banyak yang merespons.

 

Menpar pun  menjelaskan salah satu cara agar potensi wisata bisa berkembang adalah dengan membuka kehadiran investor melalui pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK.

“Kenapa KEK? Karena tantangan terbesar negara berkembang adalah perizinan. Investor selalu dilempar-lempar saat mengurus izin dan tidak ada yang selesai dalam waktu sehari,” ucap dia.

Beda kondisinya dengan di Kawasan Ekonomi Khusus seperti yang sudah dikembangkan di Nusa Dua, Bali dan di Mandalika, Nusa Tenggara Barat.

“Di sana saya jamin, setiap investor yang datang langsung minta lot di mana dan mau bangun apa. Semua selesai dalam sehari,” ujarnya.

Tidak hanya itu, para investor pun s disambut dengan senyum yang paling manis di sana.

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas yang juga hadir di acara Ngobrol @Tempo berbagi kiat sukses membangun pariwisata kendati daerahnya tidak masuk dalam 10 Bali Baru.

“Tanpa harus masuk 10 Bali Baru, dengan semangat dan strategi kami bisa berkembang,” ucap dia.

Azwar Anas lantas membeberkan beberapa hal yang mampu mendongkrak citra pariwisata Banyuwangi hingga meraih penghargaan terbaik di ajang United Nations World Tourism Organization atau UNWTO Awards ke-12 di Madrid, Spanyol pada 2016.

Kabupaten Banyuwangi menyabet penghargaan The Winner of Re-Inventing Goverment in Tourism untuk kategori Innovation in Public Policy Governance atau Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola Pemerintahan.

Bagaimana dengan daerah lain?

(adh/tmp)

 

 

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya