Maktal Hidayat: Pemda Harus Fair Dalam Melibatkan Pelaku Pariwisata

Wakil Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Jawa Barat H.R Maktal Hidayat (kanan berbatik) saat menunjukanproduk industri kerajinan kepada wisawatan asing. Foto:Dok

JELAJAH NUSA – Para stakeholder pariwisata di Provinsi Jawa Barat  apakah itu pemerintah, industri pariwisata, dan masyarakat perlu menggaris bawahi  pentingnya pembangunan kepariwisataan yang mengedepankan aspek pertumbuhan perekonomian, menciptakan lapangan kerja, serta menghapus kemiskinan terhadap masyarakat di sekitar destinasi pariwisata.

“Dalam berbagai kesempatan saya bertemu dengan pemangku jabatan, apakah itu dari Pemkot Bandung dan provinsi Jabar selalu menyampaikan, kita perlu merubah paradigma berpikir dalam mengelola potensi pariwisata. Tidak lagi cukup serimonial di panggung saja, tetapi bagaimana sebuah event,festival atau acara lainnya bisa berdampak langsung kepada masyarakat,” demikian disampaikan Wakil Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Provinsi  Jawa Barat Provinsi Jawa Barat H.R Maktal Hidayat dalam perbincangan ringan di rumahnya, Jumat petang (11/8/2017).

Menuntut Maktal, multiplier effect sektor pariwisata berpeluang dapat berkontribusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi dewasa ini perkembangan jumlah wisatawan dunia telah menembus satu miliar orang, itu berarti pula telah memberikan satu miliar keuntungan.

Walaupun demikian, tetap perlu mencermatinya bahwa satu miliar wisatawan itu dapat pula mendatangkan malapetaka kalau kita salah bertindak.

“Sektor pariwisata berkontribusi cukup besar dalam perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi dalam hal ini kita perlu ada satu kesepahaman dulu bahwa tidak semua PAD itu berkonotasi harus masuk ke kas daerah. Mensejahterakan langsung masyarakat di sekitar destinasi wisata juga sangat penting dipertimbangkan,” ungkap senior di ASITA (Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies) Jawa Barat ini.

Artinya, bagaimana setiap gelaran atau event pariwisata di suatu daerah bisa dirasakan langsung manfaat keekonomiaannya oleh masyarakat disekitarnya.

“Suatu ketika saya pernah diundang oleh panitia sebuah acara. Saya sudah dipersiapkan tempat duduk di depan panggung. Saya katakan, gak usah seperti itu. Biar saya ingin menonton seperti masyarakat lain. Kebetulan saya bawa cucu. Apa yang terjadi, belum lama sampai, saya sudah habis 200 ribu, cucu-cucu saya senang beli jajanan di sekitar tempat pertunjukan. Nah, ini kan dampak langsung yang bisa dirasakan oleh pedagang yang notabene warga biasa,” kata Maktal.

Pariwisata juga harus berpikir menyenangkan investor. Memberikan rasa nyaman sehingga  mereka tidak ragu menanamkan investasi di Jawa Barat. Begitu pun dengan kebijakan regulasi harus pula mempertimbangkan kearifan terhadap investor yang ingin turut mengembangkan pariwisata di suatu daerah.

Dikatakan Maktal, dirinya sebagai pihak swasta yang ingin membantu lebih banyak dalam mendatangkan tamu berkunjung ke Bandung atau Jawa Barat secara umum, terkadang masih menemui kendala.

“Disatu sisi  untuk memikat pengunjung kan dibutuhkan saran promosi, seperti pemasangan banner di jalan. Namun di sisi lain kami terbentur oleh regulasi yang kurang bersahabat. Contoh, kita diminta untuk memberikan diskon hotel, restaurant, kereta api supaya wisatawan tertarik datang. Lalu kontribusi apa sebaliknya dari pemerintah yang bisa diberikan, kalau pasang banner saja gak dapat diskon pajak. Kalau gak bayar pajak banner-nya juga dituruni,” kata Maktal.

Maktal pun berharap agar pemerintah daerah juga harus fair bersinergi dengan pelaku usaha pariwisata dalam mengembangkan sector pariwisata di Jawa Barat. Dengan demikian keinginan daerah ini menjadi tujuan favorite wisatawan asing dan domestic tercapai.

Jika bercermin secara nasional, pembangunan pariwisata memiliki arti yang sangat penting ditinjau dari berbagai aspek. Dari sisi ekonomi pariwisata, dalam beberapa tahun terakhir sektor pariwisata memberikan kontribusi terhadap PDB, (baik melalui devisa maupun perputaran ekonomi), dapat membuka peluang usaha jasa pariwisata (baik langsung maupun tidak langsung), dan membuka peluang kerja yang sangat banyak.

Dalam beberapa tahun terakhir, industri pariwisata selalu menempati urutan ke-4 atau ke-5 penghasil devisa bagi negara.  Sementara sektor-sektor usaha lain seperti minyak dan gas, batu bara, karet, dan tekstil yang menempati posisi urutan ke-1 hingga ke-4 cenderung menurun sesuai dengan karakternya sebagai “non-renewable” produk yang diyakini akan dapat dilampaui oleh sektor pariwisata pada penghujung tahun 2019, dengan target kunjungan wisman sebesar 20 juta dan wisnus sebesar 275 juta dapat dicapai.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya