Berwisata dan Belajar Tentang Elang di Kamojang
JELAJAH NUSA – Elang dikenal sebagai predator andal. Sejatinya ia mesti berada di alam bebas sesuai dengan ekosistem dan habitatnya. Sebab itu, burung gagah yang satu ini jarang dapat ditemui di tengah masyarakat. Namun kini, di Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK), burung langka yang dilindungi tersebut dapat diintip dari dekat. Berwisata di sini sekaligus bisa belajar hal ikhwal elang.
PKEK yang berada di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut, selain menjadi pusat rehabilitasi elang, juga menjadi tempat edukasi terutama bagi kalangan pelajar dan mahasiswa. Bahkan, keberadaannya telah menjadi objek wisata baru yang menyuguhkan edukasi tentang burung elang bagi masyarakat luas.
Ari Karang, petugas di PKEK baru-baru ini menerangkan, kawasan Kamojang tersebut merupakan salah satu tempat migrasi elang. Saat ini, ada sekitar 50 ekor elang yang berada di kawasan perbukitan berhawa sejuk itu yang ditempatkan dalam kandang.
“Kami juga telah membangun pusat informasi yang menyajikan berbagai hal mengenai elang. Masyarakat terutama pelajar dan mahasiswa banyak yang berkunjung ke sini untuk belajar dan melihat elang dari dekat di kandang display,” imbuhnya.
Elang-elang di PKEK diperoleh antara lain dari hasil sitaan dan penyerahan secara langsung dari masyarakat yang datang ke sana. Berdasar hasil pemeriksaan medis, fisik hingga karakter, maka elang-elang akan ditempatkan dalam kandang yang terbagi dalam tiga zona.
Selain kandang karantina dan display, ada juga kandang yang ditempati elang-elang yang siap dilepasliarkan di alam bebas. Hanya saja pengunjung tidak diperkenankan memasuki zona ini.
Di kandang display, pengunjung akan menjumpai beragam jenis elang seperti elang bondol, elang ular, elang brontok gelap, elang ular natuna hingga elang jawa. Konon, kata Ari, elang yang disebut belakangan adalah yang paling dekat dengan wujud lambang negara Indonesia, Burung Garuda.
Di setiap kandang terdapat informasi terkait identitas elang seperti nama panggilan, jenis, asal satwa, tanggal kedatangan ke kawasan PKEK, keterangan mengenai fisik hingga status apakah elang tersebut terancam punah dan sebagainya. Sayang, di kandang display ini banyak elang yang sudah tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan. Misalkan, oleh sebab sayapnya patah sehingga tidak bisa lagi terbang maksimal.
Elang adalah jenis top predator (pemangsa puncak) pada piramida makanan sebuah ekosistem. Bahkan, elang menjadi indikator terakhir akan kesehatan, keseimbangan dan kelestarian sebuah ekosistem. Di PKEK, elang yang akan dilepasliarkan akan berada di kandang karantina terlebih dahulu. Tentu saja, elang akan kembali beradaptasi seperti dalam cara menangkap makanan atau mangsa dan kemampuan terbangnya.
“Karena sebelumnya ada di tangan warga, maka otomatis cara makan, karakter dan kemampuan terbang elang berubah. Perlahan harus dikembalikan seperti berada di habitatnya. Berada di kandang karantina elang bisa membutuhkan waktu 3 bulan tergantung kondisinya,” papar Ari.
Salah satu permasalahan konservasi elang di Indonesia adalah kerusakan habitat termasuk di dalamnya deforestasi, degratasi, dan fragmentasi kawasan hutan yang menjadi habitat utama satwa jenis elang. Habitat elang tersebut terus terdesak oleh perambahan dan alih fungsi lahan yang terus-menerus dilakukan manusia.
Sebagai jenis pemangsa puncak, elang berfungsi untuk mengatur dan menyeimbangkan ekosistem sebuah kawasan dengan mengatur populasi mangsanya seperti tikus, kadal, ular, burung dan sebagainya dalam radius daya jelajahnya. (IA)*