Pegiat Pariwisata Sumedang, Ikuti Gathering dan Tour de Sumedang

Klik nusae – Sejumlah pegiat komunitas pariwisata Sumedang mengikuti gathering dan workshop pariwisata selama 2 hari. Dimulai dengan Tour de Sumedang, dengan mengunjungi destinasi wisata menarik di Sumedang,  Selasa (9/7/2019).

Tour de Sumedang diawali perjalanan dari Shapire City Park (Sacipa) menuju destinasi pertama Museum Prabu Geusan Ulun,  di komplek Sri Manganti dan Gedung Negara. Tepatnya di  depan Alun-alun Sumedang.

Kegiatan keliling destinasi wisata tersebut dipandu seorang expert dalam Bidang Tourism,  Research,  and Management, Profesor Nicoulas Lumanauw. Dalam kesempatan itu, Prof Nico merasa sangat tertarik akan benda-benda sejarah yang ada di Museum Prabu Geusan Ulun.  Seperti Mahkota Binokasih,  Keris,  Gedung Srimanganti,  Gamelan, dan Kereta Paksi Naga Liman.

Di museum tersebut, rombongan mendapatkan penjelasan seputar koleksi yang ada dari pemandu Museum Prabu Geusan Ulun. Kebanyakan tertarik untuk mengetahui Kereta Paksi Naga Liman. Menurut pemandu, nama Paksi Naga Liman diambil dari tiga nama hewan. Paksi artinya burung,  Naga artinya Ular,  dan Liman artinya Gajah.

Kereta Paksi Naga Liman di Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang. (Foto JalajahNusae/Iwan)

Simbol tiga hewan itu terukir indah di kereta. Simbol ini,  katanya,  merupakan simbol dari kehidupan rukun antara agama yang ada pada saat itu,  juga bisa menjadi simbol atas asal agama yang ada.  Paksi sendiri yang digambarkan dengan burung,  merupakan jelmaan dari bouraq,  atau simbol Islam, Mesir.  Sedangkan Naga, atau ular, adalah simbol agama Budha, dari China. Dan,  Liman atau gajah merupakan simbol agama Hindu dari India.

“inilah yang disebut dengan tour. Kita hadir di sini karena kita ingin mengetahui, apa yang kita kunjungi.  Bukan hanya sekadar jalan-jalan. Namun sayang,  ketika Kami datang ke sini.  Tidak ada sesuatu yang memiliki nilai magnetic. Tidak,  Welcoming,” ujar Prof. Nico dikutip dari laman tinewss.com.

Nico menambahkan, “Begitu kita datang, kita bingung mau ngapain. Dari pertama hadir,  sudah gelap gulita. Tidak ada  petunjuk, tidak ada tour flow, bahkan tidak ada conductor-nya. Ini perlu ada digitalisasi, antara konteks, modernia dan culture”.

Ia juga menyoroti tentang conductor guide. Menurutnya mereka harus terlatih, berbusana yang berbudaya.  Dan memastikan jumlahnya cukup.

Selain itu, Prof Nico juga menyampaikan tentang konsep bisnis wisata.  Wisatawan, harus bisa punya souvenir sepulangnya dari destinasi. Souvenir bisa berupa reflika mahkota binokasih, kereta kencana, keris atau lainnya.

“Souvenir bukanlah oleh-oleh. Souvenir adalah sertifikat bahwa saya sudah pernah ke sini,” pungkasnya.

Selepas dari museum, kegiatan Tour de Sumedang pun dilanjutkan ke destinasi lainnya, antara lain Nangorak Hill, Planet Purba, Cipanas Cileungsi, dan lainnya.*** (IG)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya