Menteri Hukum Undang Pelaku Industri Musik Bahas Royalti, Ini Kata PHRI

KLIKNUSAE.com – Menteri Hukum Republik Indonesia Supratman Andi Agtas mengundang para pencipta lagu, penyanyi, komposer, dan pelaku industri musik.

Undangan tersebut bagian dari  audiensi terbuka yang akan dilaksanakan  di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat, 31 Oktober 2025, pukul 13.00 WIB.

Forum ini akan menjadi ruang dialog antara pemerintah dan pelaku industri musik guna membahas arah kebijakan baru pengelolaan hak cipta, serta sistem pengumpulan dan distribusi royalti lagu.

Supratman mengatakan pemerintah ingin memastikan sistem pengelolaan royalti di Indonesia berjalan lebih transparan, akuntabel, dan berpihak kepada pencipta.

“Pemerintah ingin mendengar langsung aspirasi para pelaku industri musik. Kita ingin membangun sistem yang modern, adil, dan sesuai perkembangan teknologi,” ujar Supratman dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 Oktober 2025.

Sementara itu, dr Yuno Abeta Lahay, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPP PHRI) perpandangan audensi dengan para musisi itu sangat baik.

“Artinya pertemuan dengan para musisi dan seniman ini sejalan dengan keinginan kita. Supaya soal royalty ini ada titik temu. Baik untuk kebaikan para musisi, maupun kami sebagai pengguna karya-karya mereka tidak diberatkan,” kata Yuno ketika dihubungi Kliknusae.com, Kamis 30 Oktober 2025.

BACA JUGA: Soal Royalti Musisi, PHRI Sebut Lagu Lama Yang Diputar Kembali

Poin Krusial

Menurut Yuno, ada tiga poin krusial yang perlu diperhatikan pemerintah dan lembaga manajemen kolektif nasional (LMKN) dalam penyusunan dan penerapan kebijakan tersebut.

Pertama, tarifnya harus terjangkau. Banyak pelaku usaha, terutama hotel dan restoran kecil-menengah, yang belum pulih sepenuhnya saat ini. Jadi, jangan sampai kebijakan ini justru memberatkan mereka,” ujar Yuno.

Poin kedua, lanjutnya, adalah mekanisme pembayaran harus mudah dan berbasis digital.

“Sistem pembayaran wajib digital agar transparan dan efisien. Ini juga membantu memastikan dana royalti tersalurkan dengan tepat ke para pencipta dan pemilik hak,” katanya.

Sementara poin ketiga, Yuno menekankan pentingnya azas keadilan dalam pelaksanaan di lapangan.

“Pengawasan harus kuat. Jangan sampai ada diskriminasi atau ketimpangan dalam penarikan iuran di berbagai daerah. Prinsipnya, yang memakai karya musik harus membayar, tapi dengan cara yang adil dan terukur,” tegasnya.

PHRI, kata Yuno, mendukung penuh upaya pemerintah dalam menciptakan ekosistem musik yang berkelanjutan dan menghargai hak cipta.

Mencerminkan kebutuhan industri

Namun Yuno mengingatkan agar kebijakan tersebut dijalankan secara proporsional dan berpihak pada kepentingan bersama antara pelaku usaha dan pencipta karya.

Masih berdasarkan penilaian Kementerian Hukum, keterlibatan para pelaku musik penting. Hal ini agar kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan industri.

Audiensi juga akan membahas langkah konkret memperkuat kolaborasi antara pemerintah, lembaga manajemen kolektif, dan komunitas kreatif agar ekosistem musik nasional tumbuh secara berkeadilan.

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah tengah menyiapkan transformasi digital sistem pengumpulan dan distribusi royalti yang terintegrasi dengan platform daring.

Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi pendataan penggunaan lagu serta mempercepat pembayaran royalti kepada pencipta.

Selain itu, Kementerian Hukum membuka peluang kerja sama lintas kementerian. Termasuk dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Bahkan juga keterlibatan  Kementerian Koperasi dan UMKM untuk memperkuat perlindungan hak cipta sekaligus mendorong daya saing musik Indonesia di pasar global.

“Musik adalah bagian dari identitas bangsa. Negara harus hadir memastikan para pencipta dan pelaku musik memperoleh haknya secara adil,” kata Supratman.

Protokol Jakarta

Sebelumnya, Supratman memastikan Indonesia bakal memperkuat peran dalam sistem kekayaan intelektual global. Hal itu akan ia sampaikan dalam Pertemuan Kepala Kantor Kekayaan Intelektual BRICS ke-17 di Brasil.

Dalam forum itu, ia memperkenalkan “Protokol Jakarta”, sebuah inisiatif strategis Indonesia yang berisi kesepakatan dan kerja sama internasional untuk memperkuat ekosistem kreatif global.

“Protokol Jakarta merupakan inisiatif multi-sektor yang fokus pada perlindungan dan pemanfaatan karya digital. Khususnya di bidang musik, audiovisual, dan karya jurnalistik dalam ekosistem platform daring,” ujar Supratman di Rio de Janeiro.

Ia menjelaskan, inisiatif ini lahir dari kebutuhan mendesak negara berkembang untuk memperoleh keadilan dalam ekosistem musik digital global.

Selama ini, para pencipta dari negara berkembang sering tidak menerima distribusi royalti yang proporsional, meski karya mereka digunakan secara luas. ***

 

 

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya