Dosen ITB Sebut Indonesia tak Akan Terlalu Terdampak Resesi Global

KLIKNUSAE.com – Dosen ITB (Institut Teknologi Bandung) Sekolah Bisnis dan Manajemen Deddy Priatmodjo Koesrindartoto resesi global tak terlalu berpengaruh kepada Indonesia.

Perang Rusia dan Ukraina yang masih berlansung hingga kini telah menyebabkan pasokan kebutuhan, baik energi maupun pangan (gandum) terputus.

Akibatnya, beberapa negara yang sangat bergantung dengan bahan kebutuhan pokok tersebut mengalami resesi yang cukup dalam.

Bersyukur, Indonesia tidak terimbas secara langsung karena beberapa kebutuhna pangan masih bisa diatasi.

BACA JUGA: Di Tengah Ancaman Resesi Ekonomi, Hindari Investasi di Sektor Ini

“Alasannya, Indonesia tidak bergantung pada komoditas yang berasal dari negara yang sedang berperang  itu,” kata Deddy Priatmodjo Koesrindartoto dalam keterangan tertulis Humas SBM ITB, Sabtu, 15 Oktober 2022.

Ia mengemukakan, negara-negara di Eropa dan sekitarnyalah yang akan merasakan dampak langsung konflik Rusia-Ukraina.

Hal ini disebabkan ketergantungan mereka  pada komoditas penting seperti gas dan gandum.

Perang kedua negara tersebut akan mengakibatkan rantai pasok global terhadap sejumlah komoditas penting dunia terganggu bahkan terhenti.

BACA JUGA: Indonesia dan Rusia Makin Mesra, Putin Ingin Buka Rute Langsung Moskow-Bali

“Di Indonesia, permintaan kebutuhan energi dalam negeri masih bisa dipenuhi dengan rantai pasok yang ada.Dan tidak terdampak langsung oleh perang Rusia dan Ukraina. Meski dampak kenaikan harga energi juga turut dirasakan karena kenaikan harga minyak dunia,” ungkapnya.

“Sementara itu, krisis komoditas pangan yang terjadi pada gandum, tidak berdampak ekstrem karena memang bukan makanan pokok Indonesia,” sambung dosen ITB ini.

Deddy mengatakan saat ini, kondisi ekenomi Indonesia pun relatif kuat. Setidaknya, terlihat dari kondisi pasar modal Indonesia yang banyak dana asing masuk  (capital inflow), investasi luar negeri, Foreign Direct Investment (FDI) yang stabil. Dan iklim investasi yang tetap berstatus investment grade.

Ditopang dengan kebijakan aktif fiskal dan moneter yang dirasa sinergis, diharapkan efek resesi dan krisis global tidak terlalu ekstrem. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya