Siak Sri Indrapura, Mutiara Yang Ditemukan Kembali

Siak Sri Indrapura, kejayaan kerajaan melayu bagaikan sebuah mutiara di garis khatulistiwa yang kini semakin bersinar dan menjadi ikon pariwisata di Riau.

Kesultaanan Siak Sri Indrapura sebagai salah satu potret kejayaan kerajaan nusantara yang telah mampu memainkan peran dan menempatkan diri menjadi bagian dari perjuangan kemerdekaan RI .

Menjelang perayaan ke 75 kemerdekaan  Republik Indonesia masyarakat melayu riau akan tetap menjadi asset pendukung  perkembangan serta kemajuan budaya, pendidikan, pariwisata, ekonomi serta pemersatu bangsa dengan berbagai potensi dan keunggulan yang dimilikinya.

Sejak awal berdirinya kerajaan melayu riau pada tahun 1723 masehi oleh Raja Kecik atau Sultan Abduljalil Rachmadsyah bin Sultan Mahmudsyah-II sebagai Sultan yang pertama di kerajaan Siak Sri Indrapura hingga sultan yang ke XII  atau Sultan Syarif Kassim-II  (yang telah memangku tahta kerajaan sejak  usia belia pada1915 hingga 1945).

Puncak kejayaan kerajaan Siak bersinar sejak masa kepemerintahan Sultan Syarif Hassim (Sultan Syarif Kassim-I) mengalami Di masa kepemintahan Sultan  Syarif kassim II ini beliau sekali gus sebagai sultan yang terakhir karena telah menyerahkan kekuasaannya kepada presiden Soekarno beserta mahkota kerajaan , asset-asset kerajaan lainnya beserta uang tunai sejumlah 13juta gulden (yang jika ditaksir dengan kurs tahun 1998 nilai tersebut akan setara dengan 98 juta Euro atau 1 trilyun rupiah).

Foto: Ist

Sejak saat itulah segala bentuk kedaulatan kerajaan Siak Sri Indrapura secara mutlak tunduk kepada pemerintahan Repulik  Indonesia dan sah menjadi bagian dari NKRI hingga saat ini.

Sejarah mencatat bahwa perkembangan kerajaan melayu riau yang juga merupakan pemindahan dari kerjaan sebelumnya yang berpusat di Johor (Malaysia) ini telah memiliki tak kurang dari 7 lokasi istana yang berpindah-pindah sejak 200 tahun Kesultanan Siak mulai dari Bintan, Bengkalis, Mempura, Senapelan (Pekanbaru sekarang),  Kota Tinggi, Buatan dan pusat kerajaan yang terkahir yaitu di pesisir sungai siak tempat berdirinya istana Siak atau istana Assyriah Hassyimiyah yang masih berdiri megah hingga sekarang atau yang lebih dikenal dengan Kota Kabupaten Siak Sri Indrapura.

Dibalik dari hikmah  seringnya perpindahan pusat pemerintahan kesultanan Siak kala itu dapat kita pahami bahwa sebuah pusat pemerintahan adalah denyut dari suatu kekuasaan yang selalu mendekatkan kepada denyut eonomi dan dinamika masyarakat pada suatu masa.

Foto: Ist

Tak bisa dipungkiri bahwa kerjaan melayu riau yang telah tumbuh secara kokoh sebagai salah satu kerajaan bahari dan tumbuh sebagai pengendali dan pelaku ekonomi pada setiap zamannya.

Namun satu hal yang perlu dicatat bahwa hampir pada semua kepemimpinan kesultanan siak selalu mengutamakan struktur politik dan kepemerintahan yang kuat aspek pendidikan, perdagangan dan militer selalu diperhatikan.

Raja Kecik (sultan Siak yang Pertama) dibesarkan dan menempuh pendidikan Ilmu Agama di Payakumbuh  dan selama perkembangannya kesultanan melayu riau telah banyak menghasilkan kaum terpelajar diman banyak lahir para sastrawan yang turut mewarnai perkembangan sastra melayu , adapun salah satu karya sastrawan melayu riau yang terkenal Raja Ali Haji dengan  syair “Gurindam Dua Belas” dan masih banyak lagi karya-karya sastra yang terus berkembang.

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya