Waroeng Kemarang, Destinasi Kulinernya Banyuwangi

Waroeng Kemarang yang terletak di Desa Tamansuruh, Banyuwangi ini tempatnya sangat asri. Foto:IG

JELAJAH NUSA – Momentnya sangat tepat. Berbarengan dengan libur lebaran, Amenitas Banyuwangi makin mumpuni. Itu setelah Mentari Pariwisata  Arief Yahya melaunching Waroeng Kemarang, Sabtu (16/6).

Tempat makan ini didirikan Wowok Meirianto dan Ririt, suami istri asal Desa Tamansuruh, Banyuwangi. Tempatnya sangat asri. Dikepung persawahan berkontur terasiring seperti yang ada di Bali.

Spot selfienya dijamin keren abis. Ada hamparan sawah menguning yang memanjakan mata. Balutan nuansa alam pedesaannya sangat terasa.

“Terima kasih dan selamat kepada Wowok dan Ririt yang telah mendukung pariwisata Banyuwangi dengan mendirikan Waroeng Kemarang,” tutur Menpar Arief Yahya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya membubuhkan tandatangan di board yang disediakan Waroeng Kemarang,Banyuwangi. Foto:IG

Menpar terlihat happy. Sunggingan senyumnya tak pernah berhenti ditebarkan ke audience yang hadir. Maklum, selain menyajikan pemandangan alam dengan bentangan sawah yang kece, Waroeng Kemarang juga dihiasi dengan taman-taman kecil yang cantik.

Buat yang hobi selfie, warung ini bakal memenuhi hasrat berfoto. Tanpa aplikasi effect, foto yang dibuat bakal membuat iri yang melihat.

Bagian atasnya punya bangungan semi outdoor. Tampilannya menyerupai joglo. Itulah bangunan utama Waroeng Kemarang. Arsitekturnya berbentuk rumah adat Osing.

Menpar Arief Yahya saat memberikan sambutan seusai me-launching Waroeng Kemarang di Banyuwangi. Foto:IG

Ukurannya jumbo. Sangat besar. Saking besarnya, rumah joglo tadi dinobatkan sebagai rumah adat Osing terbesar saat ini. Lebar bentangan kayu Penglarinya saja mencapai 13 meter.

“Ini destinasi kuliner baru di Banyuwangi,” tambahnya.

Bagian sawahnya juga terlihat keren. Desainnya berkonsep outdoor dengan pondok meja-kursi dan gazebo lesehan. Balutan sawah terasiring yang subur, udara segar, asri nuansa pedesaan, peralatan dapur dan perabot meja kursi yang klasik asli Banyuwangi, akan menjadi teman bersantai bagi siapapun yang datang kulineran ke sana.

“Saya betah di sana. Ada alunan musik dan kesenian tradisonal seperti gamelan angklung, gandrung dan barong Banyuwangi secara live,” timpal Kepala Bidang Pemasaran Area I (Jawa) Kemenpar Wawan Gunawan.

Bupati Nias Sokhiatulo Laoli juga seirama. Pria yang sedang berlibur ke Banyuwangi itu juga ikutan memuji Waroeng Kemarang. “Ini perlu dicontoh Nias. Artistik. Unik.

Makanannya tradisional, tapi nuansa internasional. Yang baik akan saya bawa ke Nias,” ucap Bupati Laoli.

Beberapa spot selfie di Waroeng Kemarang. Foto:IG

Beragam komentar positif tadi makin membuat owner Waroeng Kemarang Meirianto tambah semangat. Bermodalkan tanggung jawab moral sebagai orang Banyuwangi, dia mengaku makin pede untuk mengangkat wisata kuluner daerah berjuluk Sunrise of Java itu.

“Mimpi besarnya mengangkat pariwisata Banyuwangi. Ini kota termurah nomor dua setelah Solo. Living cost-nya rendah,” ujar Wowok.

Karenanya, ekowisata pun jadi pilihan utama. “Sawah salah satu bentuk ekowisata. Pas dengan nama Kemarang yang artinya bakul. Tempatnya nasi. Mudah-mudahanan setelah diisi nasi dan makanan tradisional pengunjung jadi betah berwisata kuliner di Banyuwangi,” harapnya.

Ornamen Waroeng Kemarang memang dihadirkan dengan nuansa tradisional yang cukup melekat. Foto:IG

Bagi yang penasaran, silakan jajal beragam menu tradisionalnya. Dari mulai Sego Tempong, Rujak Soto, Pelasan, Uyah Asem (Kesrut), Sego Janganan, Pecel Pitik, Kopi Lethek, Gedang Goreng, Sumping, Kucur, semua tersedia di Waroeng Kemarang.

Harganya? Dijamin nggak bakal bikin kantong bolong. Harga di Waroeng Kemarang relatif murah dibandingkan dengan resto-resto lain yang sekelas.

Misalnya, harga segelas kopi hanya Rp.3000. Sego tempong (nasi, sayuran, sambal) hanya Rp.5000. “Sangat terjangkau. Namun, kualitas makanannya tidak murahan,” tambah Wowok.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya