Pasar Buhun Kembali Angkat Masakan Khas Sunda
JELAJAH NUSA – Sejak dulu masyarakat Sunda di Jawa Barat memiliki kekayaan warisan budaya yang sarat dengan aspek gastronomy yaitu seni menghidangkan makanan dan minuman. Semua tidak terlepas dari segala upaya dan karya menghasilkan menu unggulan dari bahan baku lokal di tanah Priangan.
Sampai saat ini pun makanan khas Sunda masih terus dilestarikan. Salah satunya oleh Pusat Belajar Warisan Budaya Gastronomi Sunda (PBWBGS) yang dirikan oleh Dewi Turgarini.
Sebagai refleksi keberadaan makanan khas Sunda, Sabtu (21/4/2018), digelar Pasar Buhun yang menghadirkan beberapa makanan tradisional khas masyarakat Jawa Barat. Acara yang bekerjasama dengan Yayasan Pitaloka ini berlangsung di Cafa© Zie di Jalan Van de Venter No. 14, Kota Bandung.
Dalam kesempatn tersebut juga ditampilkan Cooking Demo dari para chef,termasuk chef Legendaris Dedie Soekartin yang memberikan edukasi Aging System.
Sebuah teknologi proses pengempukan daging yang saat ini digunakan di luar negeri, meski berasal dari cara nenek moyang Indonesia.
Dewi Turgarini dalam karya Disertasi “Gastronomi Sunda Sebagai Daya Tarik Wisata”, Program Doktor Kajian Pariwisata di Universitas Gadjah Mada memperoleh hasil inventori bahwa Jawa Barat memiliki warisan budaya gastronomi yang kaya dan beragam berjumlah 304 menu yaitu :
Makanan utama berjumlah 40 terdiri menu dari Angeun Lada, Bakakak Hayam, Babat Raweuy, Bubuy Hayam Subang, Beuleum Lauk, Cobek Belut, Daging Uncal, Empal Gentong, Empal Asem, Entog Goreng, Gule.
Kemudian Goreng Lauk Asin, Gepuk, Hayam Goreng Laja, Impun Goreng, Kerecek Peda, Kere Belut, Kere Lauk Mas, Lauk Mas Goreng, Lauk Asin Tulang Jambal, Lauk Nila Bumbu Koneng, Lauk Gurame Goreng, Lidah Goreng, Opor Hayam.
Masih ada lagi Otak Goreng, Pais Hayam, Pais Jeroan, Pais Lauk Mas Majalaya, Pais Lauk Peda Beureum, Pais Hayam, Pais Jeroan, Pais Impun, Pesmol Lauk Nila, Pais Kepiting, Pindang Endog, Pindang Lauk Gunung, Pecak Bandeng, Tambusu, Ungkep Domba
Makanan pendamping atau sayuran berjumlah 92, diantaranya ada menu Acar Bonteng, Acar Lauk, Angeun Bayem, Angeun Haseum, Angeun Iwung, Angeun Kacang Bereum, Angeun Katuk, Angeun Lodeh Lejet, Angeun Gejos Kacang Beureum Garing, Angeun Lompong, Angeun Emes, Angeun Nangka, Angeun Kari, Angeun Pahium, Balendrang/Beleketek, Beuleum Jagong, Beuleum Siki Nangka.
Menurut Dewi, pelestarian makanan dan minuman Sunda menjadi sangat penting karena banyak sekali dalam daftar menu makanan tersebut sudah tidak mudah ditemukan di Kota Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat.
“Masyarakat kota ini perlu menyadari bentang makanan lokal yang menjadi ciri khas lokal sudah kehilangan jatidirinya karena kapitalisasi lahan sebagai kota Urban. Saat ini Kota Bandung bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan bahan baku lokal dalam mengolah makanan dan minuman khas tradisionalnya,” ujarnya.
Dewi melanjutkan, sudah saatnya warga kota Bandung sadar bahwa sebagai masyarakat lokal juga harus menyelaraskan kehidupannya dengan alam sebagai sumber daya yang mendasar.
“Lahan di kota Bandung yang sudah menjadi kota urban perlu menjaga keseimbangannya dengan menggunakan konsep permakultur,” paparnya.
Sementara itu Chef Legend Dedie Soekartin mengapresiasi langka yang dilakukan Yayasan Pitaloka dan PBWBGS dalam melestarikan makanan Sunda. Ia juga kembali mengingatkan kembali bahwa banyak ilmu tentang makanan yang berkembang di luar negeri juga terinspirasi dari budaya masyarakat Indonesia.
“Satu contoh adalah soal pengempukan daging (Aging System). Saya mengetahui sebetulnya dulu nenek kita sudah biasa melakukan pemeraman buah-buahan bahkan juga daging. Inilah yang kemudian saya dalami dan pelajari diluar negeri,tak beda jauh mereka mengambil ilmu Buhun kita,” kata Dedie.
(adh)