Profesor Ryaas Rasyid, Daerah Jadi Korban Kebijakan Pusat
KLIKNUSAE.com – Profesor Ryaas Rasyid melontarkan kritik keras terhadap kebijakan efisiensi yang dikeluarkan pemerintah pusat dan dampaknya terhadap pemerintah daerah.
Mantan Ketua Reformasi Politik Nasional itu menyebut daerah—baik provinsi, kota, maupun kabupaten—sekarang menanggung beban dari keputusan yang sama sekali tidak mereka buat.
“Para pemimpin di daerah harus memikul beban atas kesalahan yang tidak mereka perbuat,” ujar Ryaas Rasyid dalam Podcast Madilog Forum Keadilan yang tayang, Selasa 2 November 2025.
Kebijakan Efisiensi yang “Memporak-porandakan” Daerah
Menurut dia, pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) yang diambil pemerintah pusat untuk alasan efisiensi telah menimbulkan persoalan serius di lapangan.
Banyak daerah menghadapi kekosongan anggaran, sehingga terpaksa mencari cara menutup defisit. Salah satu dampaknya tampak pada kerusuhan di Pati, Jawa Tengah.
Paristiwa itu meletus setelah pemerintah daerah menaikkan beban pajak guna menutup kekurangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Kebijakan efisiensi ini benar-benar memporak-porandakan daerah. Mereka dipaksa menambal defisit yang muncul akibat keputusan pusat,” kata Ryaas.
BACA JUGA: Menekraf Riefky Harsya Sebut Efesiensi dan Geopolitik Global Jadi Tantangan PHRI
Tiga Faktor Utama Penyebab Efisiensi
Ryaas Rasyid menyebut setidaknya ada tiga faktor utama yang mendorong pemerintah pusat menerapkan kebijakan efisiensi secara ketat.
Pertama, kewajiban pembayaran utang luar negeri yang menurutnya membengkak akibat kebijakan berutang yang “ugal-ugalan” pada periode sebelumnya.
Kedua, praktik korupsi yang juga ia sebut “ugal-ugalan” pada masa pemerintahan sebelumnya. Ia menyinggung dugaan penyimpangan di sejumlah BUMN, mulai dari sektor timah hingga sektor pertanian. “Ini sungguh luar biasa ya,” ujarnya.
Ketiga, merosotnya penerimaan negara. Ryaas menduga pelemahan ini berkaitan dengan kegagalan pemerintah menertibkan para wajib pajak besar. “Para wajib pajak yang besar-besar itu main-main sama petugas pajak,” katanya.
Daerah Menanggung Risiko Kebijakan Pusat
Dengan situasi seperti itu, Ryaas menilai daerah berada pada posisi paling rentan. Mereka terpaksa menanggung beban politik dan sosial dari pengetatan yang diputuskan pusat. Ia menekankan bahwa stabilitas daerah sulit dijaga jika ruang fiskal terus ditekan.
“Daerah tidak punya pilihan. Mereka harus menutup defisit, sementara masyarakat menuntut layanan publik tetap berjalan. Pemimpin daerah akhirnya menjadi sasaran kemarahan masyarakat, padahal bukan mereka yang mengambil keputusan,” ucapnya.
Ryaas Rasyid menyerukan agar pemerintah pusat mengevaluasi kembali pendekatan efisiensi yang diterapkan, dan memastikan daerah tidak menjadi korban dari kebijakan fiskal yang dibuat tanpa mempertimbangkan dampak riil di lapangan. ***



