Aroma Lama dari Uang (APBD) yang Mengendap di Deposito

Oleh: Adhi M Sasono, Chief in Editor

Kasus deposito APBD sejatinya bukan cerita baru. Ia seperti aroma gas yang sejak lama tercium, meski tak tampak di mata.

Bau menyengatnya menandakan ada sesuatu yang tak beres di balik diamnya angka-angka dalam rekening kas daerah.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sejumlah pemerintah daerah memilih “menyimpan” anggaran mereka dalam bentuk deposito.

Alasannya beragam: mulai dari perencanaan yang lemah, kreativitas yang tumpul dalam memanfaatkan APBD, hingga—tak bisa dinafikan—keinginan tersembunyi untuk memetik keuntungan pribadi dari bunga uang rakyat.

Beberapa tahun silam, sinyalemen ini bukan sekadar isu di warung kopi. Kasus di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, menjadi bukti betapa praktik deposito APBD bisa menjelma lubang gelap dalam pengelolaan keuangan daerah.

Menurut pemberitaan Kalteng Pos (Jawa Pos Grup), 15 September 2017, dana Rp100 miliar milik Pemkab Katingan disimpan di Bank Tabungan Negara (BTN) Pondok Pinang, Jakarta, dalam bentuk deposito.

Uang rakyat itu ditransfer bertahap: Rp75 miliar, Rp10 miliar, lalu Rp15 miliar. Namun menjelang pergantian bupati, muncul laporan bahwa Rp65 miliar telah ditarik, tanpa kejelasan waktu dan peruntukannya.

Sisa saldo yang tertinggal hanya Rp935 juta.

Kasus Katingan semestinya menjadi cermin betapa lemahnya mekanisme pengawasan dalam pengelolaan keuangan daerah.

BACA JUGA: Pacuan Kuda Legok Jawa Pangandaran: Potensi PAD yang Terabaikan

Akses data keuangan nasional

Batasan penyimpanan dana publik dalam bentuk deposito memang diatur ketat. Tapi praktik di lapangan menunjukkan, celah itu masih bisa dimainkan.

Baik oleh oknum pejabat yang tak punya ide, maupun mereka yang punya niat.

Kini, ketika Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membantah tudingan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal deposito APBD di sejumlah daerah, publik patut menahan simpati.

Pernyataan bantahan itu tentu sah, tapi jangan terburu-buru menutup mata dengan dalih “semua baik-baik saja.”

Sebab Purbaya, dengan akses data keuangan nasional yang ia miliki, tentu tak mungkin asal bicara.

Bila benar tak ada deposito, itu kabar baik. Tapi bila aroma itu memang tercium, jangan buru-buru menepisnya hanya karena tak tampak di permukaan.

Karena, seperti gas yang diam-diam menyebar, bau uang publik yang mengendap juga sulit disembunyikan lama-lama.

Cepat atau lambat, napas publik akan ikut sesak oleh baunya. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya