Menakar Efektivitas Kehadiran Kereta Cepat Whoosh Bagi Pariwisata Jawa Barat
KEHADIRAN Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau yang kini dikenal dengan nama Whoosh menjadi tonggak baru dalam sejarah transportasi Indonesia.
Dengan waktu tempuh hanya sekitar 30 menit dari Jakarta ke Bandung, moda transportasi ini menjanjikan efisiensi luar biasa dalam pergerakan manusia antardaerah.
Namun, di balik kemajuan teknologi dan infrastruktur tersebut, muncul pertanyaan penting. Sejauh mana Whoosh benar-benar berdampak terhadap pertumbuhan sektor pariwisata di Bandung Raya dan wilayah Jawa Barat secara umum?
Dalam konteks ini, pariwisata menjadi sektor yang sangat potensial terdampak oleh kehadiran Whoosh.
Kota Bandung selama ini dikenal sebagai destinasi favorit bagi warga Jakarta dan sekitarnya. Terutama karena daya tarik kuliner, alam pegunungan, dan belanja kreatif.
Dengan hadirnya Whoosh, aksesibilitas menuju kota ini meningkat drastis. Dimana, seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wisatawan.
Oleh sebab itu, untuk dapat mengukur dampak secara objektif, diperlukan riset yang mendalam. Khususnya oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Riset ini penting untuk menjawab pertanyaan mendasar. Seberapa besar kontribusi wisatawan dari Jakarta dan Jabodetabek terhadap sektor ekonomi lokal Bandung sejak hadirnya Whoosh?
Berapa banyak uang yang mereka belanjakan di hotel, restoran, pusat oleh-oleh, hingga destinasi wisata lokal?
Sebaliknya, ada pula kemungkinan bahwa kemudahan akses ini justru mendorong masyarakat Bandung untuk bepergian ke Jakarta. Baik untuk berwisata maupun kebutuhan lainnya.
Fenomena ini bisa menggeser pusat peredaran uang dari Bandung ke Jakarta, yang pada akhirnya memberi dampak positif bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta.
BACA JUGA: Konektivitas, Kunci Menghidupkan Kembali Bandara Internasional Kertajati
Pedang Bermata Dua
Artinya, keberadaan Whoosh bisa saja menjadi pedang bermata dua bagi sektor pariwisata Bandung jika tidak dikelola secara strategis.
Siap atau tidaknya daerah menyambut lonjakan kunjungan wisatawan juga menjadi faktor krusial.
Infrastruktur penunjang seperti transportasi lokal dari Stasiun Padalarang menuju pusat kota Bandung.
Kemudian, keterhubungan dengan destinasi wisata populer seperti Lembang, Ciwidey, atau Kawah Putih.
Termasuk, kesiapan pelaku usaha pariwisata dalam memberikan layanan prima akan menentukan keberhasilan jangka panjang Whoosh sebagai pendorong pariwisata.
Promosi wisata berbasis data pun harus ditingkatkan. Pemerintah daerah perlu menyusun strategi pemasaran yang lebih tersegmentasi. Tentukan, target khusus bagi wisatawan Jakarta dan sekitarnya.
Promo-promo bundling antara tiket Whoosh dengan tiket masuk tempat wisata, diskon hotel, atau paket kuliner bisa menjadi cara cerdas untuk mendorong belanja wisatawan di wilayah Bandung Raya.
Tak kalah penting adalah kolaborasi lintas daerah. Alih-alih bersaing, Bandung dan Jakarta bisa membangun konsep wisata terpadu. Bentuknya, bisa seperti “weekend escape” yang memanfaatkan Whoosh sebagai penghubung.
Dengan demikian, aliran wisatawan bisa menjadi dua arah dan saling menguntungkan.
Pada akhirnya, Whoosh memang telah membuka peluang besar dalam mempercepat pertumbuhan sektor pariwisata.
Namun, peluang tersebut hanya akan menjadi kenyataan jika diiringi dengan kebijakan yang terarah.
Kesiapan infrastruktur, dan pemahaman yang kuat terhadap dinamika perilaku wisatawan.
Tanpa itu semua, kehadiran kereta api cepat Whoosh hanya akan menjadi kereta cepat tanpa dampak yang benar-benar terasa. Utamanya, bagi perekonomian daerah tujuan wisata seperti Bandung dan sekitarnya. ***
Oleh: Adhi M Sasono, Editor in Chief