Bandung Spirit, Warisan Diplomasi Indonesia untuk Dunia
KLIKNUSAE.com – Darmansjah Djumala, anggota Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menegaskan pentingnya Bandung Spirit sebagai warisan diplomatik Indonesia.
Dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) bertajuk Peran Indonesia Membangun Perdamaian Dunia dengan Ideologi Pancasila, yang digelar daring pada 25 April 2025, Djumala menyebut Dasasila Bandung sebagai fondasi norma hubungan politik antarbangsa yang masih relevan hingga kini.
“Nama Indonesia tercatat dalam sejarah sebagai penggagas sekaligus tuan rumah Konferensi Asia Afrika 1955,” kata Djumala, mantan Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Wina, dalam siaran pers yang diterima, kemarin.
Ditambahkan Djumala–yang membidangin Strategi Hubungan Luar Negeri, bahwa KAA adalah pernyataan sikap dunia ketiga atas dominasi dua kutub kekuatan global saat itu.
Konteks sejarahnya, ujar Djumala, tak bisa dilepaskan dari situasi Perang Dingin.
Negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka berada dalam tekanan dua blok ideologi besar: Barat yang liberal-kapitalis dan Timur yang sosialis-komunis.
Di tengah tarik-menarik kepentingan itu, Indonesia tampil sebagai jembatan: menawarkan jalan ketiga yang mandiri, bebas dari hegemoni.
Dasasila Bandung pun lahir sebagai respons, yakni menjunjung tinggi kedaulatan, menolak intervensi, dan mendorong perdamaian dunia.
“Tiga prinsip ini bersenyawa dengan nilai Pancasila: kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial,” ujar Djumala.
BACA JUGA: Tokoh Abah Landoeng, Saksi Sejarah Konferensi Asia Afrika yang “Terlupakan”
Gerakan Non-Blok
Tak hanya menjadi dasar Gerakan Non-Blok yang dibentuk oleh lima pemimpin negara berkembang. Diantaranta, Sukarno, Nehru, Nasser, Tito, dan Nkrumah.
Namun, KAA juga menjadi inspirasi bagi gelombang dekolonisasi di Asia dan Afrika.
“Setelah KAA, setidaknya 25 negara berhasil melepaskan diri dari penjajahan,” ujarnya.
Namun, bagi Djumala, nilai Dasasila Bandung tak berhenti sebagai artefak sejarah.
Prinsip-prinsip itu masih kontekstual dalam menghadapi dinamika geopolitik kontemporer.
“Kemandirian, kemerdekaan, anti-intervensi, dan perdamaian adalah nilai yang tetap hidup,” katanya.
Acara BPIP yang dihadiri lebih dari 500 peserta—dari staf Kesbangpol daerah hingga alumni Paskibraka se-Indonesia—itu menjadi refleksi 70 tahun KAA.
Bukan sekadar peringatan, tapi upaya meneguhkan kembali kompas moral politik luar negeri Indonesia.