Destinasi Wisata ‘Perjodohan’ Ala Desa Sidodadi, Seperti Ini Ceritanya
KLIKNUSAE.com – Destinasi wisata ‘perjodohan’ ala Desa Sidodadi, Kecamatan Garum, Blitar, Jawa Timur mendadak viral.
Ini setelah seorang warga membuka jasa ‘Biro Jodoh’, lengkap dengan spanduk besar yang dipasang di depan rumah.
Adalah Sanusi, yang membuat jagat maya ‘bergairah’ untuk mengikuti sepakterjangnya sebagai orangtua yang mempertemukan para pencari pasangan hidup.
Seperti dikutip Kliknusae.com dari Kompas.com, Minggu 14 November 2021, ia membentangkan spanduk berukuran 1×1,5 meter bertuliskan “Biro Jodoh gadis, jejaka, duda, dan janda”.
BACA JUGA: Kota Blitar Bertahan di Level 1, Ini 5 Objek Wisata Paling Hits 2021
“Saya menjodohkan orang sudah lama,” ujar Sanusi yang kini sudah memasuki usia ke-79 tahun.
Sanusi selalu menunjukan beberapa lembar foto ukuran postcard kepada tamu yang datang.Foto-foto itu, katanya, merupakan milik kliennya yang belum mendapatkan jodoh.
Sanusi memasang foto itu di meja. Begitulah cara kakek itu memulai proses perjodohan bagi warga yang datang kepadanya.
“Dilihat dulu fotonya, kalau cocok balik fotonya. Di belakang ini ada nama dan nomor telepon pemilik foto,” tutur Sanusi yang pernah menjadi marbot di sebuah masjid di Kota Blitar itu.
BACA JUGA: DPD PUTRI Meyakini Hans Manansang Bisa Membawa Perubahan Baru
Jika klien tertarik dengan salah satu foto, Sanusi akan memintanya mencatat nomor ponsel di belakang foto tersebut.
Sanusi pun akan meminta klien itu menelepon dan mengundang si empunya foto untuk bertemu di rumah Sanusi.
Banyak yang datang ke rumahnya sekaligus liburan sehingga tempatnya menjadi destinasi wisata ‘perjodohan’.
“Kalau bisa saat itu juga ya lebih baik. Kalau tidak bisa ya lain waktu. Tapi saya selalu minta mereka bertemu di sini dengan saya saksikan,” ujarnya.
Sejak hampir tiga bulan lalu memasang spanduk di teras rumahnya, Sanusi mengeklaim sudah lima pasangan yang menggunakan jasanya berjodoh dan menikah.
BACA JUGA: Kampung Wisata Jeglongan Sewu Blitar, Bentuk Protes Warga terhadap Pemerintah
Jumlah itu tak termasuk dengan pasangan yang berjodoh sebelum Sanusi memasang spanduk.
Biaya Pendaftaran dan Persyaratan
Untuk menggunakan jasa Sanusi, warga harus membayar uang pendaftaran sebesar Rp 100.000.
Setelah uang pendaftaran dibayar, klien harus menyerahkan foto diri dan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP).
Sanusi juga meminta kliennya menuliskan nama dan nomor telepon di belakang foto yang mereka serahkan.
Klien yang menemukan jodoh berkat usaha Sanusi biasanya memberikan bonus tambahan. Sanusi mengaku tak pernah memasang tarif jika perjodohan itu sukses.
BACA JUGA: Tiket Kereta Api Akhir Tahun Sudah Bisa Dipesan, Ini Jadwal Lengkapnya
“Seikhlasnya. Tapi biasanya ngasih Rp 300.000 setiap pasangan,” ujarnya.
Selama berkecimpung sebagai “mak comblang”, Sanusi lebih banyak menerima klien laki-laki.
“Saya sendiri heran. Kadang yang datang perempuan, perempuan, terus perempuan. Berapa hari yang datang laki-laki terus,” ujarnya.
Sanusi kembali memperlihatkan foto tujuh klien yang belum mendapatkan jodoh, mayoritas merupakan laki-laki.
Sanusi menilai, hal itu mungkin terjadi karena perempuan cenderung tidak terang-terangan mencari jodoh.
BACA JUGA: Itinerary Menuju Jatim Park, Wisata 2 Hari 1 Malam
Memiliki ‘Bakat’ Menjodohkan Orang
Sanusi tidak tiba-tiba membuka jasa pelayanan biro jodoh. Ia mengaku sudah puluhan tahun memiliki “bakat” menjodohkan orang.
Sebelum berkecimpung sebagai “mak comblang”, Sanusi telah merantau ke sejumlah daerah, bahkan hingga luar Pulau Jawa.
Pengalaman di perantauan membuat Sanusi bisa berkomunikasi dengan orang dari berbagai latar belakang usia dan status sosial. Sanusi dikenal supel.
Menurutnya, bakat menjodohkan orang itu muncul saat menjadi tukang ojek di Pasar Kutukan, sebuah pasar tradisional yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya.
BACA JUGA: Jatim Bangkitkan Sektor Pariwisata Melaui Gerakan GPM dan BISA
Selama bekerja sebagai tukang ojek di pasar itu, Sanusi memiliki banyak kenalan. Saat bekerja sebagai tukang ojek itu “bakat” menjodohkan orang terasah.
Sanusi kerap membantu perjodohan beberapa orang. Ia pun menjalani aktivitas itu secara alami.
Namun, sejak motornya ditarik toko karena dirinya menunggak angsuran, Sanusi tak lagi mengojek.
Melalui proses yang panjang, orang banyak mengenal dirinya sebagai tukang mencarikan jodoh.
“Kalau perempuan, biasanya yang minta tolong ke saya orangtuanya. Minta tolong anaknya dicarikan jodoh,” ujarnya.
Biro Jodoh Lewat HP
Sanusi tak menampik usaha jasa pencari jodoh tradisional seperti yang digelutinya lambat laun akan hilang.
Saat ini, orang bisa dengan mudah mencari pasangan. Ada banyak aplikasi di ponsel pintar yang bisa digunakan mencari jodoh.
“Katanya orang sekarang bisa cari jodoh lewat HP,” ujar Sanusi yang buta huruf itu.
Meski begitu, Sanusi tak gentar. Ia punya banyak pengalaman dalam menjodohkan orang. Salah satu hal yang dipelajarinya adalah tentang adanya siklus “musim kawin”.
Kata Sanusi, manusia juga terikat pada siklus alami musim kawin yang datang pada musim penghujan.
Atas dasar itulah, Sanusi memaksakan diri membuka biro jodoh sejak 2,5 bulan lalu menjelang datangnya “musim kawin”.
Kini, karena viral destinasi wisata ‘perjodohan’ itu membuat banyak orang penasaran untuk datang ke Desa Sidodadi. ***