Pasar Batik Perlu Dibuat Lebih Sistematis
JELAJAH NUSA – Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) mengharapkan pemerintah betul-betul mempersiapkan pasar batik. Kementerian perindustrian sebagai leading sector mampu menjembatani para perajin atau pengusaha batik untuk memasarkan hasil produksinya secara sistematis.
“Selama ini kan penjualan yang kami lakukan masih parsial. Misalnya Jawa Barat mencari pasar sendiri,Jawa Timur, Jawa Tengah juga demikian. Nah, harapan kita ke depan pasar kita sudah harus lebih jelas,” kata Ketua Umum APPBI Dr.H.Komarudin Kudiya ketika ditemui Jelajah Nusa,Rabu (20/12/2017) disela-sela acara deklarasi pendirian APBBI di Museum Tekstil Jakarta.
Menurut Komarudin, di kementerian perindutrian sendiri banyak program yang akan dicanangkan. Salah satunya adalah rencana pembuatan sentra bahan baku batik di Semarang.
“Kemudian di tahun 2020 mendatang Indonesia akan menjadi pusat fashion busana muslim dunia. Ini tentu akan membutuhkan peran serta para pelaku usaha batik juga,” katanya.
Oleh sebab itu, lanjut pemilik Batik Komar ini, persiapan untuk menuju visi tahun 2020 itu betul-betul harus dimulai dari sekarang. Seperti penguatan seberapa besar kebutuhan bahan bakunya,bagaimana proses regenerasinya dan pemasarannya.
“Tadi Bu Dirjen sudah menekankan agar dibangun sinergitas antara lembaga atau organisasi-organisasi yang membidangi batik untuk terus saling mendukung,” tambahnya.
Sementara itu Kementerian Perindustrian menilai industri batik berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional karena ikut mendatangkan nilai ekspor. Untuk tahun 2017 ini sampai dengan Oktober nilai ekspor yang diperoleh mencapai 51,15 juta dolar Amerika Serikat (AS) .
Menurut Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, angka tersebut menunjukkan adanya kenaikan angka sebesar 39,4 juta dolar AS dibandingkan nilai yang dicapai pada semester pertama 2017 lalu.
Gati juga menyatakan produk batik yang didominasi IKM dengan tujuan pasar utama ke Jepang, AS dan Eropa itu mampu menyumbang devisa yang cukup signifikan sekaligus memiliki daya saing yang kompetitif di pasar dunia.
“Industri batik nasional memiliki daya saing komparatif dan kompetitif di pasar internasional. Indonesia menjadi market leader yang menguasai pasar batik dunia,” kata Gati Wibawaningsih pada Pembukaan Pameran dan Deklarasi (APPBI).
Perdagangan produk pakaian jadi dunia yang mencapai 442 miliar dolar AS menjadi peluang besar bagi industri batik Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar, mengingat batik merupakan salah satu bahan baku produk pakaian jadi.
Batik telah bertransformasi menjadi berbagai bentuk fesyen, kerajinan dan home decoration yang telah mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat dari berbagai kelompok usia dan mata pencaharian di dalam dan luar negeri.
Hingga saat ini, IKM batik tersebar di 101 sentra seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sentra IKM batik mencapai ribuan orang.
Program Strategis
Dalam upaya mendongkrak produktivitas dan daya saing IKM batik, Kemenperin telah melakukan berbagai program strategis, antara lain peningkatan kompetensi sumber daya manusia, pengembangan kualitas produk, standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan, serta kegiatan promosi dan pameran batik di dalam dan luar negeri.
Guna meningkatkan akses pasar, Gati menambahkan, pihaknya memiliki program e-Smart IKM yang bekerja sama dengan beberapa marketplace.
“Melalui program e-Smart ini produk batik di dorong untuk memasuki pasar online, sehingga memiliki jangkauan pasar yang lebih luas karena dapat diakses oleh konsumen dari berbagai daerah,” katanya.
Kemenperin juga mendorong agar para perajin batik memperoleh berbagai fasilitas pembiayaan seperti kredit usaha rakyat (KUR), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonsia (LPEI) dan insentif lainnya untuk memperkuat struktur modalnya.
“Dengan demikian, diharapkan industri batik nasional dapat tumbuh signifikan dan daya saingnya meningkat,” imbuhnya.
Gati berharap, pengembangan industri batik nasional dapat dijalankan secara kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi, pelaku usaha, dan komunitas.
“Hal ini sangat penting karena setiap stakeholder tersebut memiliki peran yang berbeda, sehingga dengan sinergi ini pengembangan industri batik nasional akan terintergrasi dan sustainable dari hulu sampai hilir,” ungkap dia.
Dibagian lain, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, industri batik telah berkembang menjadi sektor usaha yang ramah lingkungan seiring semakin meningkatnya penggunaan zat warna alam pada kain wastra tersebut.
Hal itu juga menjadikan batik sebagai produk yang bernilai ekonomi tinggi, bahkan dengan pengembangan zat warna alam tersebut turut mengurangi importasi zat warna sintetik.
“Oleh karena itu, kami terus mendorong para perajin dan peneliti agar terus berinovasi mendapatkan berbagai varian warna alam untuk bisa mengeksplorasi potensinya, sehingga memperkaya ragam batik warna alam Indonesia,” tuturnya.
Menurut Menperin, di tengah persaingan global yang semakin kompetitif dan dinamis, preferensi konsumen terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat.
Nah, kehadiran batik warna alam mampu menjawab tantangan tersebut dan diyakini dapat meningkatkan peluang pasar saat ini.
(adh)