Tradisi Bau Nyale Masyarakat Lombok yang Sakral & Mengundang Penasaran Wisatawan

Kliknusae.com – Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya Lombok Tengah, berjajar destinasi wisata alam yang cukup sering dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah pantai Seger Kuta. Setiap tahunnya pantai ini selalu penuh dengan masyarakat yang melakukan tradisi bau nyale.

Panorama alam yang menakjubkan mampu memancing wisatawan untuk datang ke pantai yang jaraknya 65 KM dari Kota Mataram ini. Pasir putih dan debur ombak di pantai ini menghipnotis orang yang datang. Tak hanya itu, di Pantai Seger setahun sekali warga sekitar melakukan perayaan Bau Nyale. Kegiatan menangkap cacing laut yang sarat sakralitas.

Apa sih, tradisi bau nyale yang kini sudah menjadi festival tahunan tersebut?

Mengenali Tradisi Bau Nyale di Lombok & Legendanya

Di sekitar bulan Februari dan Maret, Bau Nyale digelar. Nama Bau Nyale jika dilihat dari unsur kata “bau” dan “nyale” berasal dari bahasa suku Sasak Lombok. Definisi “bau” yang berarti menangkap, dan “nyale” yang diartikan sebuah binatang laut sejenis cacing kecil yang hidup di karang dan lubang lubang batu dibawah permukaan laut.

Tradisi Bau Nyale yakni sebuah perayaan yang begitu melegenda dan memiliki nilai sakral yang sangat tinggi bagi suku asli Sasak. Perayaan ini berkaitan erat dengan sebuah cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Lombok Selatan. khususnya masyarakat desa pujut.

Cerita Rakyat tersebut berkisah tentang seorang putri yang begitu terkenal arif dan bijaksana, namanya Putri Mandalika.

nyale

Foto: Luh De Suriyani

Seorang putri berparas elok nan cantik jelita, anak dari seorang Raja yang berkuasa di Lombok. Perangainya yang baik, membuat sejumlah pangeran dari berbagai negeri di waktu itu berniat untuk mempersuntingnya.

Setiap pangeran yang hendak datang melamarnya tidak pernah ditolak. Namun para pangeran justru saling tak rela jika harus melepasnya. Hal ini dianggap akan menjadi sumber peperangan antara kerajaan. berangkat dari hal tersebut, sang putri gelisah bukan kepalang, ia selalu menyendiri dan termenung, memikirkan cara agar tidak terjadi pertumpahan darah karena perebutan dirinya.

Akhirnya putri memutuskan untuk mengorbankan dirinya demi menjaga perdamaian. Ia memilih untuk moksa, menyatu dengan lautan. Berita kehilangan sang putri dibarengi dengan kemunculan makhluk cacing warna-warni di tepi Pantai Seger.

Masyarakat yang kehilangan sang putri menganggap makhluk tersebut adalah jelmaan dari Putri Mandalika yang moksa. Hingga akhirnya perayaan Bau Nyale dihelat demi mengenang sang putri.

Festival Bau Nyale, Menarik Banyak Wisatawan

Helatan Bau Nyale sudah menjadi salah satu daya tarik yang begitu dinanti oleh para wisatawan asing. Berangkat dari hal tersebut Pemda Lombok Tengah menjadikan upacara sakral ini sebagai aset budaya lokal. Penyelenggaraannya masuk ke daftar kegiatan budaya nasional.

Semenjak sore hari masyarakat setempat maupun Lombok secara umum berdatangan dan ikut menangkap Nyale di sepanjang pesisir Pantai Selatan Lombok, terutama di Pantai Seger Kuta Lombok, Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

festival bau nyale

Foto: Ken Miichi

Semenjak berkembangnya dunia pariwisata di Lombok, Event Bau Nyale juga mengalami perkembangan dan adaptasi zaman.

Rangkaian acaranya ditambah dengan beragam kesenian lokal tradisional seperti Betandak (berbalas pantun), Bejambik (pemberian cindera mata kepada kekasih), serta Belancaran (pesiar dengan perahu), tidak ketinggalan pula pementasan drama kolosal Putri Mandalika.

Biasanya gelaran ini dihadiri oleh pejabat daerah setempat hingga jajaran pemerintah Provinsi NTB.

Bagi warga, tradisi ini begitu sakral. Mereka meyakini dengan diadakannya upacara ini, membawa keselamatan dan kesejahteraan.

Cacing laut yang sering juga disebut cacing palolo (Eunice Fucata) ini akan mereka taburkan ke sawah untuk kesuburan padi dan tanaman lainnya. Selain itu, Nyale juga dioleh ke berbagai macam hidangan berupa emping Nyale, lauk pauk, obat kuat dan lainnya.

Manfaat Nyale

Nyale

Foto: triptus.com

Dikutip dari jurnal penelitian oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram dan Unit Riset Biomedik RSU Mataram tahun 2008 yang berjudul “Nyale Cacing Laut Sebagai Bahan Antibakteri,” Nyale mempunyai kemampuan untuk menjaga dirinya dari makhluk lain yang ada di laut.

Kemampuan dalam menjaga dirinya mungkin karena nyale mempunyai bahan aktif (natural product) yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain, cacing ini menjadi bahan antibakteri.

Helatan ini bukan hanya sekadar festival dan perayaan. Lebih dalam lagi, adalah tradisi yang turun-temurun. Latar belakang kisah yang breathtaking dan beragam manfaat bagi warga. Semuanya pasti memiliki nilai yang harus dijaga.

Semoga ulasan di atas bermanfaat untukmu. Baca artikel menarik lainnya di Kliknusae.com!

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya