Kondisi Pariwisata Di Bali Cukup Berat
JELAJAH NUSA – Pelaku pariwisata di Bali sedang menghadapi ujian cukup berat. Dampak erupsi Gunung Agung belum mereda. Travel warning dari beberapa negara juga belum sepenuhnya dicabut. Sehingga, para wisatawan masih memilih wait and see, belum memutuskan kembali ke Bali.
Bagi para wisatawan mancanegara, keakuratan informasi menjadi salah satu acuan untuk memutuskan akan pergi ke suatu tempat atau sebaliknya. Aktivitas Gunung Agung yang susah ditebak (unpredictable) menjadi alasan,mengapa mereka menunggu Gunung Agung benar-benar normal.
“Kami ingin cepat normal kembali,tapi sampai sekarang kan belum ada kepastian. Gunung Agung itu unik, susah ditebak. Tiba-tiba erupsi, tiba-tiba mereda,” kata Mahdi, sopir taksi di Bali, Selasa (12/12/2017).
Mahdi sudah seminggu memilih tinggal di rumah dan tidak menarik sewa. Alasannya, sepi penumpang sehingga khawatir tidak bisa membayar setoran.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani dan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Anak Agung Gede Yuniartha Putra mengakui bencana alam erusip Gunung Agung dampaknya lebih besar dibandingkan peristiwa tragedi Bom Bali tahun 2002.
“Cukup memprihatinkan di Bali sampai saat ini (okupansi hotelnya), begitu bandara ditutup dampaknya lebih berat dibandingkan dengan bom Bali,” terangnya, Senin (11/12/2017) di Jakarta usai meluncukan portal reservasi online bookingina.com.
Belum pulihnya pariwisata Bali pasca erupsi Gunung Agung membuat industri hotel semakin lesu. Haryadi mengatakan penurunan okupansi di Bali sepanjang erupsi Gunung Agung cukup banyak, meski belum mendapat laporan secara pasti.
Menurut Haryadi, tidak mudah meyakinkan wisatawan mancanegara (wisman) dalam hal keamanan. Karena menurutnya, erupsi Gunung Agung belum diketahui kapan berakhir.
“Mulai dari penutupan bandara, travel warning dari beberapa negara, hingga penghapusan insurance travel, amat sangat berdampak bagi kami,” katanya.
Menurut Haryadi, pemulihan industri pariwisata pada saat Bom Bali tahun 2002 silam lebih cepat dibanding bencana alam Gunung Agung.
Hal tersebut dikarenakan waktu letusan yang tidak bisa diprediksi dari gunung tertinggi di Bali tersebut.
Agung Yuniarta juga senada dengan Haryadi. Ia mengatakan penanganan peristiwa tragedi Bom Bali lebih cepat ditangani dibandingkan erupsi Gunung Agung.
“Ini situasinya beda dengan Bom Bali. Bom meledak, duar, kita bisa langsung tangani. Gunung Agung itu sulit kita tangani. Kalau bom itu lebih cepat kita recovery. Kan jelas, ini bisa langsung kerja. Kalau Gunung Agung, ini kadang ngebul, kadang enggak. Ini kesulitan untuk menyakinkan wisatawan. Ini Gunung Agung kondisi masih awas. Menimbulkan rasa takut orang yang ingin datang. Menghilangkan rasa takut itu yang problem,” kata Agung, seperti dikutip laman kompas.
Menurutnya, berbagai cara telah dilakukan oleh pihak pariwisata Bali untuk memulihkan kondisi. Beberapa cara yang dilakukan adalah mengadakan acara-acara pariwisata.
“Kami coba dengan festival, touring. Kami viralkan ke orang asing. I’m in Bali. Semua dengan segala cara. Kami harus promosikan Bali,” ujarnya.
(adh)