Belajar Dari Global Best Practice
Penulis : Dr. Ir. Arief Yahya, M.Sc.
Saya sering mengatakan bahwa cara paling cepat dan paling efektif untuk belajar adalah melalui benchmarking. Kita tak perlu merumuskan sesuatu dari awal dan secara sendiri. Kita bisa “potong kompas” dengan belajar dari negara-negara lain yang pernah melakukannya.
Tentu saja kita harus belajar dari negara-negara yang jauh lebih maju dari kita dalam hal product management di sektor pariwisata.
Negara-negara yang maju sektor pariwisatanya bisa dipastikan pasti menerapkan customer dan product management yang sangat spesifik. Spanyol misalnya, wajib kita jadikan benchmark dengan jumlah wisatawan sebesar 75 juta dan devisa US$ 60 miliar.
Sebagai salah satu negara dengan kunjungan wisman terbesar di dunia dan menduduki peringkat 1 di Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI), mereka punya ragam destinasi untuk berbagai segmen wisatawan.
Spanyol membagi profil customernya ke dalam beberapa segmen secara demografis, yaitu families, young people, senior, hingga adults without children. Bahkan mereka juga menggarap segmen dengan minat khusus.
Masing-masing portfolio segmen ini ditawarkan berbagai atraksi dan destinasi yang sesuai dengan minat mereka.
Untuk melayani beragam profil segmen tersebut, Spanyol mempunyai berbagai portofolio produk (destinasi/atraksi). Mereka punya wisata kota, alam, gastronomi, belanja, olahraga hingga kesehatan dan kecantikan. Masing-masing portofolio produk ini di-cross dengan segmen konsumen yang ada.
Untuk segmen families misalnya wisatawan bisa mengunjungi theme park seperti Dinopolis atau museum-museum di Madrid. Young People bisa mengikuti berbagai festival musik dan event olahraga, atau menghabiskan malam berpesta di Ibiza.
Spanyol juga agresif menggarap segmen senior atau lansia dengan menawarkan destinasi atau paket tur seperti “World Heritage in Spain” dan “Mediterranian Diet”.
Senada dengan Spanyol, Perancis pun melakukan hal yang sama. Perancis juga merupakan salah satu negara dengan kunjungan wisman terbesar yaitu sebesar 85 juta orang dengan perolehan devisa yang mencapai US$ 60 miliar.
Sebagai negara yang kaya akan budaya dan sejarah, Perancis memiliki 37 situs yang masuk daftar “World Heritage”-nya UNESCO. Portofolio produk atau destinasinya banyak berfokus di sini. Terbukti, kunjungan turis terbesar adalah di situs-situs tersebut seperti Museum Louvre, Menara Eiffel, Istana Versailles dan sebagainya.
Kita juga perlu belajar banyak dari Jepang, dimana mereka mencatatkan pertumbuhan mengesankan mencapai nyaris double dari sekitar 10 juta menjadi 20 juta kunjungan wisatawan pada tahun 2013-2015.
Dalam laporan TTCI 2017, Jepang menempati peringkat ke 4, tertinggi untuk kawasan Asia. Jepang mempunyai portofolio produk dengan berbagai destinasi/atraksi yang unik. Mereka adalah negara yang sangat kaya akan budaya dan sejarah, seperti halnya Perancis, Jepang mempunyai 21 situs yang masuk “world heritage”nya UNESCO. Berbagai kuil dan situs-situs sejarah ditawarkan untuk menarik turis yang ingin mengulik budaya Jepang.
Jepang juga menawarkan destinasi/atraksi alam yang unik seperti wisata salju, yang menjadi favorit para wisatawan terutama dari Asia yang ingin melihat salju dengan akses yang paling mudah, tak perlu harus ke Eropa.
Tempat terbaik dengan kondisi salju yang banyak, dapat ditemukan di Jepang Utara (Hokkaido dan Tohoku) dan di pegunungan sepanjang Laut Jepang Coast (terutama Niigata dan Nagano). Di sana banyak resor yang memiliki zona bermain yang dirancang untuk keluarga dan anak, atau bagi yang tertarik bermain ski atau snowboard.
Selain salju, ada destinasi alam unik lainnya yaitu menikmati musim semi bunga sakura di Tokyo atau Yokohama pada bulan April saat sedang bermekaran.
Untuk man-made, Jepang menyediakan Disneyland di Tokyo sebagai salah satu produk flagshipnya. Bahkan Jepang juga membidik segmen khusus pecinta anime dan manga untuk berkunjung ke Akihabara sebagai pusat game dan manga. Mereka begitu detil menyelaraskan portofolio customer dengan portofolio produk.
(bersambung)