PHRI Tegaskan Kembali Fungsi Kolaborasi Penta Helix
JELAJAH NUSA – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Herman Muchtar menegaskan kembali perlu segera diimplemnetasikan fungsi kolaborasi Penta Helix dalam percepatan pembangunan pariwisata di Jawa Barat. Hal ini penting untuk mengerjar ketertinggalan kawasan ini dalam hal pengembangan destinasi.
“Fungsi Penta Helix ini perlu segera diterapkan. Siapa buat apa. Kita kan ingin cepat dalam hal pembangunan pariwisata di Jawa Barat sesuai dengan visi dan misi gubernur yang baru,Pak Ridwan Kamil,” kata Herman Muchtar saat dihubungi Jelajah Nusa, Kamis (27/12/2018).
Menurut Herman kegiatan untuk menerapkan konsep kolaborasi Penta Helix mestinya sudah bisa dilaksanakan. Sebuah konsep yang fokus pada pengembangan kewirausahaan oleh perguruan tinggi, dunia bisnis, komunitas, pemerintah dan media.
“Katanlah, pemerintah mau menyiapkan apa,akademisi seperti apa,dunia usaha punya strategi apa dan wartawan mau membuat apa. Kan sebetulnya, tidak sulit kan. Tinggal digerakan saja,” lanjut Herman yang belum lama ini juga dikukuhkan sebagai Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jawa Barat ini.
Menurutnya, kelima komponen tersebut, perlu bergerak serentak untuk menyukseskan konsep Penta Helix.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Ida Hernida menegaskan, jika parwisata menjadi lokomotif perekonomian di Jabar sudah sejak lama diguangkan.
Namun, ngabret-nya baru di tahun 2019 setelah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menegaskan bahwa pariwisata menjadi lokomotif perekonomian di Jabar.
“Oleh karena itu, mulai tahun depan pariwisata Jawa Barat akan berlari kencang dan ini harus diimbangi oleh para kepala daerah di Jabar, karena mereka merupakan CEO dari kepariwisataan di setiap daerah,” ungkap Ida Hernida yang ditemui disela-sela rapat koordinasi (Rakor) III Bidang Pemasaran di Hotel Arya Duta Bandung, Jalan Sumatera, Rabu (26/12/2018).
Dikatakan Ida, rmotto kementerian pariwisata RI, bahwa daerah yang lambat merespon akan semakin tertinggal dalam pengembangan kepariwisataan. Ini akan menjadi warning bagi kabupaten/kota di Jabar, dalam arti bahwa CEO (para kepala daerah) harus bisa mengimbangi lari kencangnya lokomotif perekonomian di Jabar.
“Kalau bisa lebih cepat itu lebih baik,” katanya.
Ida mengakui, jika Jawa Barat sangat lamban dalam pengembangan kepariwisataan, sehingga tidak masuk dalam penetapan 10 Bali baru di Indonesia.
Oleh karena itu, lanjut dia, mulai 2019 kepariwisataan Jawa Barat akan berlari kencang sesuai dengan keinginan gubernur.
“Pak Gubernur sudah mendukung habis-habisan untuk pariwisata dengan memberikan bantuan hibah ke hampir setiap daerah,” katanya.
Tidak hanya hibah, ide-ide pengembangan pariwisata pun oleh Gubernur tak sungkan diberikan ke daerah. Sekarang tinggal kepala daerahnya, bisa menangkap dan mengimbangi keinginan pak gubernur ini.
“Dibutuhkan komitmen bersama antar kepala daerah dengan pimpinan daerah, makanya Rakor ini digelar untuk menyatukanm komeitmen bersama tersebut,” paparnya.
Pada kesempatan hal itu, Ida menyebutkan, jika kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) ke Jabar selama tahun 2018 ini ditargetkan sekitar 60 juta orang dan wisatawan mancanegara sekitar 10 persen dari target nasional. Hingga minggu terakhir bulan Desember ini, sudah ada 58 juta wisnus yang telah berkunjung ke Jabar.
“Saya yakin target kunjungan wisnus bisa terlampaui. Sedangkan untuk wisman perlu ada hitung-hitungan terlebih dahulu,” tandasnya.
Dari jumlah wisnus sebanyak itu, lanjut Ida, Kota Bandung, Pangandaran, Bogor dan Sukabumi masih penyumbang terbanyak.
“Oleh karena itu dengan adanya rakor ini, diharapkan kabupaten kota bisa lebih meningkatkan target kunjungan wisatawannya,” tandasnya.
Dibagian lain, Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Jabar Cecep Rukmana menyebutkan, keinginan gubernur menjadikan pariwisata sebagai lokomotif perekenomian Jabar, hanya sebagai pencitraan saja.
Pasalnya, kata dia, masih banyak fasilitas, amenitas dan atraksi untukl pariwisata belum siap ke arah sana.
“Gubernur harusnya membuat strategi dulu dalam pengembangan kepariwisataan tapi jangan dengan pola lama, tapi harus pada pola bisnis,” ujarnya
Menurut Cecep, dalam pola bisnis, kepala daerah adalah CEO. Artinya, seorang CEO harus bisa mencium keinginan dan kemauan wisatawan.
“Gubernur dan rengrengannya jangan dulu bangun sana-sini, bantu sana sini termasuk bantuan bus pariwisata. Yang jadi pertanyaan, apakah ini sesuai dengan keinginan wisatawan? Jika ini dipaksakan akan berdampak negatif,” tambhanya.
Walaupun demikian Cecep mendukung keinginan gubernur Jabar tersebut, namun harus didukung semua pihak untuk menjadikan pariwisata sebagai lokomotif perekonomian.
“Namun saya melihat, Jabar belum siap kearah sana,” tandasnya.
(adh)