Pantai Pangandaran Cerah,Wisatawan Membludak
JELAJAH NUSA – Pantai Pangandaran,Jawa Barat,Minggu (23/12/2018), cukup cerah. Aktivitas para wisatawan atau nelayan setempat berjalan seperti biasa. Bencana tsunami yang terjadi di sepanjang pantai Pandeglang seperti Pantai Tanjung Lesung, Sumur, Teluk Lada, Penimbang dan Carita tak mempengaruhi kawasan ini.
“Pagi ini udara Pangandaran cukup cerah, wisatawan yang bermain di pantai juga lebih banyak di banding hari-hari sebelumnya,” demikian disampaikan Elin Herlina,pemilik Cafa© Jeckobar di kawasan Kampung Turis,Pantai Barat Pangandaran, kepada Jelajah Nusa.
Menurut Elin,kabar dan bencana tsunami di Anyer tak mempengaruhi kegiatan pariwisata di Pangandaran. Sebaliknya, sudah dua hari ini Pangandaran sedang dalam puncak keindahan.
“Gelombang laut seperti biasa,langit cerah. Banyak wisatawan terlihat sangat menikmati permainan air di pantai,” lanjut Elin.
Hal senada juga dikemukakan Ferry, General Manager Horison Palma Pangandaran bahwa kondisi saat ini di Pangandaran berjalan seperti biasa. Tidak sedikit pun ada dampak dari tsunami di Pandeglang.
“Karena selat Sunda kan berada di sisi barat pulau Jawa,jadi tidak ada dampak disini,” lanjut Ferry.
Dia menambahkan, sekarang okupansi hotel sedang berada di puncaknya. Tingkat hunian mencapai 100 persen.
“Ini saya kebetulan lagi di depan hotel, ramai sekali wisatawan sedang bermain di pantai,” tandasnya.
Owner Bumi Nusantara Hotel,Ella juga mengemukan jika informasi yang diperoleh dari staf hotelnya,Pangandaran tak terkena dampak bencana yang terjadi di Pantai Anyer.
“Aman-aman saja, semua berjalan lancar. Bahkan hunian hotel kita meningkat,mungkin karena berbarengan dengan libur panjang ya,” katanya.
Sementara itu, update terkini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan korban tewas tsunami yang menerjang Selat Sunda, Anyer dan Lampung, pada Sabtu (22/12/2018) menjadi 43 orang dan masih bisa bertambah.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan korban luka hingga kini mencapai 584 orang sementara 2 orang lainnya dinyatakan hilang.
“Hingga Minggu, 23 Desember pukul 07.00 WIB, data sementara jumlah korban dari bencana tsunami di Selat Sunda tercatat 43 orang meninggal dunia, 584 orang luka-luka, dan 2 orang hilang,” ucap Sutopo melalui siaran pers yang dikirim.
Sutopo mengatakan tsunami yang menerjang pesisir Pandeglang dan Lampung tersebut juga menyebabkan kerugian fisik seperti 430 unit rumah, 9 hotel, 10 kapal, dan puluhan bangunan lainnya rusak berat.
Sutopo memaparkan di Kabupaten Pandeglang tercatat 33 orang meninggal dunia, 491 orang luka-luka, 400 unit rumah rusak berat, sembilan hotel rusak berat, dan 10 kapal rusak berat.
“Daerah yang paling terdampak adalah permukiman dan kawasan wisata di sepanjang pantai seperti Pantai Tanjung Lesung, Sumur, Teluk Lada, Penimbang dan Carita. Saat kejadian banyak wisatawan berkunjung di pantai sepanjang Pandeglang,” kata Sutopo.
Sementara itu di daerah Lampung Selatan, papar Sutopo, tujuh orang meninggal dunia, 89 orang luka-luka dan 30 unit rumah rusak berat. Sedangkan di Serang tercatat tiga orang meninggal dunia, empat orang luka-luka, dan dua orang dinyatakan hilang.
“Pendataan masih dilakukan. Kemungkinan data korban dan kerusakan akan bertambah.”
Lebih lanjut, Sutopo menuturkan penanganan darurat terus dikerahkan ke lokasi bencana. Status tanggap darurat seperti pembentukan struktur organisasi tanggap darurat, pendirian posko, dapur umum masih disiapkan bagi para pengungsi.
Hingga kini, dia menuturkan jumlah pengungsi masih terus didata. Pandeglang, menurutnya, daerah yang paling terdampak tsunami.
“Masyarakat dihimbau tidak melakukan aktivitas di sekitar pantai saat ini. BMKG dan Badan Geologi masih melakukan kajian untuk memastikan penyebab tsunami dan kemungkinan susulannya.”
Tsunami terjadi pada Sabtu malam sekitar pukul 21.27 WIB. Sutopo mengatakan penyebab tsunami belum bisa dipastikan.
Namun, melalui cuitannya di Twitter, Sutopo mengatakan fenomena tsunami di Selat Sunda kemarin termasuk langka.
“Letusan Gunung Anak Krakatau juga tidak besar. Tremor menerus namun tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan. Tidak ada gempa yang memicu tsunami saat itu. Itulah sulitnya menentukan penyebab tsunami di awal kejadian,” kata Sutopo.
(adh)