Menjadikan Gede Pangrango “Mountain Dunia” Perlu Sinergitas Yang Kuat
JELAJAH NUSA – Ada dua kawasan kaki gunung di Kabupaten Sukabumi,Jawa Barat yang memiliki potensi Eco Tourism yang cukup besar yakni Gede-Pangrango dan Halimun-Salak.
Jika kedua ekowisata yang masuk dalam taman nasional ini dikembangkan dengan baik maka tak menutup kemungkinan menjadi tujuan wisata special tourism,khususnya wisatawan mancanegara
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Ekowisata Kemenpar David Makes mengatakan untuk meningkatkan ekowisata taman nasional harus ada sinergi antara Kemenpar, KLHK serta semua pemangku kepentingan lainnya.
Untuk itulah digelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemandu Interpretasi Ekowisata Hutan pada 13-14 November 2018 di Lido Lake Resort dan Hutan Bodogol.
“Bimtek ini harus punya goal. Goal-nya apa? Yakni peningkatan kunjungan wisman dan wisnus di ekowisata. Ini harus ada sinergi antara pariwisata dan KLHK. Dalam hal ini Kemenpar tak bisa bekerja sendiri harus bersinergi dengan UPT KLHK, investor, pemda dan masyarakat,” ujar David Makes, Rabu (14/11/2018).
Dia mengatakan kontribusi pariwisata dari ekowisata ini memang masih minim. Untuk itu ia pun meminta agar seluruh pemangku kepentingan dapat meningkatkan pemanfaatan hutan konservasi dan produksi sebagai wisata alam.
Dengan adanya Bimtek ini, ia berharap peserta bisa mendapat ilmu dan tips bagaimana menjadi pemandu interpretasi ekowisata yang berkualitas dunia.
Mengembangkan Ekowisata
Selain David, Bimtek digelar dengan menghadirkan narasumber yang terdiri dari Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kementerian LHK Wahju Rudianto (diwakili Wasja SH ), Praktisi Ekowisata Teguh Hartono serta Konsultan Pariwisata dari British Council Wiwien Tribuwani Wiyonoputri.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan mendukung acara Bimtek yang digelar di kawasan Lido Sukabumi ini. Ia berharap acara ini dapat memicu perkembangan ekowisata yang semakin meningkat. Selain itu juga bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga alam.
“Posisi Sukabumi sebenarnya menciptakan cross selling antara Jakarta dan Jawa Barat. Jadi, sudah sangat tepat menggelar Bimtek di Sukabumi karena kemajuan ekowisata di Jawa Barat juga nantinya akan berdampak terhadap daerah lainnya,” kata dia.
Arief menambahkan, pendekatan ekowisata adalah patokan yang paling bagus untuk Sustainable Tourism Development (STD). Sebab, hutan harus dilestarikan agar terjadi keberlanjutan pariwisata.
Sementara itu Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar, Rizki Handayani, mengatakan, Bimtek yang digelar ini adalah bagian penting untuk memberikan pencerahan kepada pelaku industri pariwisata yang berbasis konservasi alam atau ekowisata.
“Kesadaran untuk menjaga dan melestarikan hutan ini juga harus ditransfer ke wisatawan yang berkunjung sehingga mereka tak sekadar puas bisa menikmati keindahan alam ini tetapi muncul kecintaan untuk menjaganya,” kata Rizki.
Menurutnya, ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata berwawasan lingkungan. Dengan mengutamakan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta pembelajaran dan pendidikan.
“Jadi kita harus menjaganya bersama-sama untuk pariwisata berkelanjutan. Ini butuh kerja sama semua pihak,” ujar Rizki.
Disamping itu, tentu sangat diperluhkan juga kerja sama unsur penthahelix, yakni akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media.
(adh)