Perlu Sinergitas Yang Kuat Dalam Mengembangkan Pariwisata

Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STP Bandung) Faisal (kiri) saat menjadi moderator dalam acara Road to Indonesia Tourism Outlook 2018-Prospektif dan Tantangan Pariwisata Indonesia Tahun 2019 di Mandalangi Hall, Rabu (10/10/2018). Foto:Jelajah Nusa/adhi
JELAJAH NUSA – Pariwisata tidak bisa dibangun hanya dengan satu pihak saja. Butuh sinergitas antara komponen masyarakat.Termasuk didalamnya adalah peran media untuk mampu menghadirkan kolaborasi dan harmonisasi sehingga menghasilkan kesejahteraan rakyat karena berkembangnya pariwisata.
Saat ini tidak cukup hanya dengan bicara dan bicara,tetapi kerja lebih penting bagaimana menyatukan hati sehingga hubungan personal jauh lebih penting daripada menjalin hubungan propesional.
Demikian benang merah yang bisa ditarik dari acara Road to Indonesia Tourism Outlook 2018-Prospektif dan Tantangan Pariwisata Indonesia Tahun 2019 yang disampaikan Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STP Bandung) Faisal,Rabu (10/10/2018) di Mandalawangi Hall, STP Bandung.
Workshop dengan tema “Deregulasi di Era Cyber Tourism” digelar Forum Wartawan Pariwisata (Forwapar) dan Kemenpar ini tidak saja diikuti pemangku pariwisata,wartawan,tetapi juga para mahasiswa STP.
Berbicara pada sesi kedua workshop Kepala Bidang Promosi dan Pemasaran Dinas Pariwisata Jawa Barat,Iwan Darmawan,Dr Eki Baihaqi Dosesn Magister Komunikasi Jayabaya Perhumas Bandung dan Tim Pakar Wantannas,Ketua Citarum Institute dan Reza Novaldy,Sekretaris ASITA (Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies) Jawa Barat (Jabar).
Menurut Iwan Darmawan, dalam pengembangan destinasi wisata Jawa Barat sudah dilakukan beberapa langkah strategis. Diantaranya,memperbaiki landasan bandara agar bisa disinggahi maskapai internasional (airbus).

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari (kiri) foto bersama dengan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata usai acara workshop Deregulasi Di Era Cyber Tourism yang berlangsung di STP Bandung. Foto:adhi
“Kewenangan Dinas Pariwisata provinsi ada keterbatasan. Hal yang menyangkut regulasi biasanya dilakukan langsung oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota),” kata Idar-sapaan akrab Iwan.
Ia mencontohkan,pernah ada persoalan pemungutan retribusi di Taman Cibodas,Cipanas Cianjur sehingga muncul konflik kepentingan.
“Akibatnya, mengganggu aktivitas wisatawan. Problem inilah yang terus kami upayakan supaya ada jalan tengah. Termasuk keterlibatan pemerintah pusat dalam meregulasi aturan,” tambahnya.
Sementara itu Guru Besar Universitas Udayana, I Gede Pitana sebelumnya mengatakan pariwisata kini menjadi andalan setiap negara sebagai penghasil devisa. Karena itu, setiap negara berlomba menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung ke negaranya.
Salah satu yang bisa membantu peningkatan di sektor ini adalah travel agen. Untuk bisa bermain di sektor ini, travel agen harus mengikuti zaman kalau tidak akan kalah bersaing bahkan bisa saja tidak beroperasi.
“Saat ini hampir 70 persen lebih, orang mencari informasi menggunakan jari-jarinya (handphone). Sekarang sudah era digital, mereka yang bermain disektor pariwisata juga harus mengikuti trend ini,” katanya.
Menurutnya, di era cyber ini travel agen juga harus bertransformasi. Mereka yang dulu menggunakan cara konvensional harus beralih memanfaatkan digital untuk bisa menggarap pasar yang sudah bertransformasi. Bila tetap menggunakan cara lama dikhawatirkan akan tertinggal.
Ia mengatakan, transformasi digital membawa dampak di antaranya mengubah perilaku konsumen dari consumer menjadi producer, dan penjualan dari tiket hingga hotel dan lain-lain jadi lebih mudah dan dianggap lebih murah daripada membeli langsung.
“Pola-pola lama tidak bisa lagi diterapkan. Ketika konsumen berubah, kita harus berubah. Ketika konsumen go digital, kita juga harus go digital. Kalau tidak, kita akan mati sendiri,” katanya.
(adh)