Makin Menjanjikan,OJK Dukung Pembiayaan Industri Pariwisata
JELAJAH NUSA – Pariwisata Indonesia makin menjanjikan. Setelah ditetapkan menjadi salah satu sektor unggulan Indonesia oleh Presiden Joko Widodo,berbagai pihak pun melirik Pariwisata sebagai bisnis yang menggiurkan.
Kini dukungan itu dating dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perkembangan pariwisata diharapkan berdampak pada peningkatan ekonomi Indonesia.
Ketua Dewan Kehormatan OJK Wimboh Santoso mengatakan, keputusan penyaluran kredit ke destinasi prioritas bisa membantu proses perkembangan sektor pariwisata nasional.
“Karena pariwisata bisa generate revenue dollar. Selama ini pembiayaannya scatter (tersebar), pembiayaan tidak terkoordinasi dengan baik. Sehingga, nanti ada 10 destinasi pariwisata menjadi prioritas,” ungkap Wimboh di Jakarta, Selasa (3/9/2018).
Dia menjelaskan, masih rendahnya penyaluran kredit ke sektor pariwisata, dikarenakan belum terintegrasinya industri di sektor tersebut.
Penyaluran kredit bisa moncer jika suatu pariwisata terintegrasi. Mulai dari transportasi, keamanan, hingga infrastruktur dan penunjang lainnya.
“Begitu terintegrasi, orang akan melihat risikonya kecil. Kalau sekarang nggak jelas ya, mungkin masih mikir-mikir untuk membiayai. Pembiayaan kan bukan hanya melalui perbankan, tetapi juga pasar modal, KUR juga bisa kita buat secara khusus untuk tourism,” katanya.
OJK Sendiri sudah menyusun kebutuhan Pembiayaan Berdasarkan Jenis Pendanaan pada Periode 2019 – 2024. Untuk kebutuhan pembiayaan usaha homestay pada tahun 2018 hingga 2019, bila dikonversi akan ada 6.000 unit kamar dengan estimasi pembiayaan Rp 45 Juta/Unit.
Lalu untuk homestay yang hanya melakukan renovasi, terdapat 2.200 Unit Kamar dengan pembiayaan Rp 75 Juta/unit.
Bagi masyarakat yang ingin membuat homestay dengan Bangun Baru terdapat 300 Unit Kamar dengan pembiayaan bisa mencapai Rp 200 Juta/Unit. Sehingga total pembiayaan seleruhnya sebesar Rp 0,495 Triliun.
Sedangkan untuk Kebutuhan Pembiyaan Usaha UMK Pariwisata, seperti untuk KUR Khusus Pariwisata, dianggarkan sekitar 20 Triliun.
Dari sisi kebutuhan pembiayaan di 10 Destinasi Prioritas Pariwisata di Pendanaan oleh IKB, Reksadana (RDPT), dianggarkan sebesar Rp 75 Triliun, IKB (Sindikasi Perbankan) Rp 75 Triliun, IKNB (Multifinance) sebesar Rp 37,5 Triliun, BUMN Kementerian Keuangan (LPEI, PT SMI, PT SMF, PT PII) Rp 20 Triliun. Sehingga total sebesar anggaran pembiayaan mencapai Rp 227,995 Triliun.
Kementerian Pariwisata langsung mengapresiasi Dukungan dari OJK dalam hal kebijakan kemudahan mendapatkan pinjaman dana dari bank maupun lembaga pembiayaan non bank.
Kerjasama antara UMKM pariwisata dengan lembaga pembiayaan non bank dalam hal pendanaan usaha pariwisata akan mempermudah untuk pengembangan pariwisata di Indonesia.
Kebutuhan investasi bidang pariwisata sampai tahun 2019 yaitu 120.000 hotel rooms, 15.000 restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 marina, 100 KEK, dan amenitas pariwisata lainnya
“Diperlukannya pembiayaan di 10 destinasi pariwisata prioritas Program kerja di OJK saat ini mengampu untuk Industri Keuangan Bank dan Industri Keuangan Non Bank yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha pariwisata,” ketua Ketua Pokja Bidang Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas, Hiramsyah S Thaib.
Hiramsyah juga menjelaskan Isu bunga pinjaman yang masih di atas 10% itu sangat memberatkan pengusaha. Terlebih untuk usaha kawasan pariwisata diperlukan recuring income. Sementara usaha-usaha tersebut sedang mulai membangun.
“Oleh karena itu diperlukan adanya peluang memberikan pembiayaan UMKM pariwisata di 10 destinasi pariwisata prioritas. Serta dilakukan penurunan suku bunga pinjaman sehingga lebih dapat dijangkau oleh pengusaha pariwisata (KUR),” paparnya.
Dari sisi Pasar Modal, lanjut Hiram. Reksa Dana Pariwisata Terpadu (RDPT) Usaha jasa keuangan / Industri Keuangan Bank (IKB). Diharapkan KUR Pariwisata bisa mendapatkan bunga 7% pertahun, maksimal Rp 500 Juta.
Menteri Pariwisata Arief Yahya juga angkat bicara. Menurutnya, diperlukan sinergi dan semangat Indonesia Incorporated antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, OJK dan BI dalam mengembangkan pariwisata.
Tentunya dengan menggunakan rumus 3A. Yaitu, aksesibilitas, atraksi, dan amenitas. Rumus 3A ini juga harus didukung oleh promosi dan pelaku usaha.
“OJK juga memahami sektor pariwisata menjadi tiga besar penyumbang devisa negara, bersama sektor pertambangan dan perkebunan. Pengembangan 10 destinasi pariwisata baru tersebut sangat besar potensi bagi negara untuk meningkatkan pendapatannya. Sehingga diperkirakan akan menjadi Rp 240 triliun pada 2019,” ujar Menpar Arief Yahya.
(adh)