Inilah Saatnya Kebangkitan Perhimpunan Bumi Melati
JELAJAH NUSA – Perhimpunan hotel non bintang yang tergabung dalam Bumi Melati Kota Bandung,Jawa Barat menggelar Musyawarah Daerah (Musda) di Ahadiat Hotel & Bungalow di Jalan Sindang Sirna Elok No Kota Bandung,Selasa (28/8/2018).
Sedikitnya ada 242 hotel se-Bandung yang tergabung ke dalam organisasi yang mulai berdiri sejak Oktober 2006 ini. Sementara yang ikut dalam Musda tersebut 100 peserta lebih.
Selain mendiskusikan program-program yang akan dijalankan mendatang, Musda Bumi Melati kali ini juga akan melakukan regenerasi dengan memilih ketua baru untuk periode 2018 – 2023.
Diakui, periode kepemimpinan Doddy H Widodo selaku Ketua Bumi Melatih Bandung telah meletakan dasar-dasar yang kuat sehingga organisasi perhotelan non bintang ini terus menunjukan kualitas yang semakin membaik.
Tidak hanya itu, dari sisi jumlah hotel yang bergabung pun terus mengalami peningkatkan. Oleh sebab itu, tahun-tahun mendatang boleh jadi merupakan satu kebangkitan Bumi Melati sebagai organisasi yang memiliki potensi besar untuk turut mendorong perkembangan pariwisata di daerah ini.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Herman Muchtar dalam sambutannya mengatakan sebagai wadah hotel bintang dua dan non bintang musda Bumi Melati ini hendaknya bisa dijadikan tempat untuk berdiskui membahas hal-hal kondisi dan masalah yang dihadapi saat ini.
“Dan mari kita sama-sama mencari solusi terhadap masalah yang sedang kita hadapi. Jangan lagi masing-masing hotel yang tergabung dalam Bumi Melati berjuang sendiri-sendiri dalam menghadapi masalah,” kata Herman.
Menurut Herman,terkadang anggota Bumi Melati “perang” sesama teman sendiri dalam mencari keruk pasar tamu hotel. Kedepan, hal ini tak boleh lagi terjadi. Perlu sebuah program yang bias menguntungkan semua pihak.
“Kalau dilihat dari sisi jumlah, hotel yang tergabung dalam Bumi Melati lebih banyak dibandingkan dengan hotel bintang 3 ke atas. Dari 500 lebih anggota PHRI, hotel bintang 3 ke atas hanya 100-an saja,” katanya.
Diakui Herman bahwa kondisi ekonomi saat ini telah berimbas kepada pengelolaan hotel non bintang. Tingkat okupansi terus menurun. Pada kurun waktu 2014-2015, rata-rata okupansi hotel masih di atas 60 persen, tetapi setelah itu terjun bebas. Terlihat dalam kurun waktu 2016,2017 hingga sekarang, sampai sekarang secara rata-rata turun.
Tahun 2016 masih mencapai di 58 persen. Di tahun 2017 56 persen dan 2018 sampai di bulan Juli hanya 54 persen.
“Kondisi ini yang harus kita siasati bersama-sama. Saya sebagai anggota Bumi Melati akan terus berusaha mendorong agar pemerintah daerah juga turut andil dalam menghadapi kondisi ini. Paling tidak bisa menghadirkan even-event menarik sehingga bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kota Bandung,” lanjutnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari mengatakan bahwa pihaknya mengajak Bumi Melati dan para anggota yang tergabung didalamnya untuk berkolaborasi dalam memajukan sector pariwisata di Kota Bandung.
“Saya melihat sektor pariwisata itu, satu ekosistem. Jadi semua saling melengkapi,tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Baik itu pemerintahnya,komunitasnya, media,termasuk industrial, diantaranya adalah perhotelan,” kata Kenny.
Oleh sebab itu, kehadiran hotel non bintang di Kota Bandung peranaannya sangat signifikan dalam mendorong kemajuan pariwisata di Kota Bandung. Dari 400 lebih hotel bintang dan non bintang,justru yang non bintang yang paling banyak.
“Tentu ini yang harus kami rangkul, begitu pun hotel bintang lainnya untuk sama-sama,bagaimana membangun kinerja pariwisata di Kota Bandung semakin membaik,” katanya.
Kenny juga menyinggung kehadiran hotel kapsul yang mulai bermunculan. Kehadiran mereka harus diantisipasi supaya tidak menimbulkan ekses yang kurang baik,terutama dalam menerapkan tariff kamar.
“Langkah konkret kami adalah dengan merevisi Perda No 7 Tahun 202 yang sudah pada tahap finalisasi naskah akademiknya. Dan akan segera kita ajukan ke DPRD,” tegas Kenny.
(adh)