Tantangan Zaman Dimata Lima Perupa Indonesia

beberapa pengunjung tengah mengamatai hasil lukisan para perupa kelas dunia asal Indonesia di Galeri Semarang. Foto:IG

JELAJAH NUSA – Lima perupa asal Indonesia memamerkan karya lukisnya di Semarang yang mengangkat tantangan-tantangan yang dihadapi manusia kini sebagai dampak perkembangan zaman.

Seperti lukisan karya Isa Ansory yang terpajang di Galeri Semarang, Minggu (20/5/2018), menggambarkan tengkorak domba yang kontras dengan pemandangan alam yang hijau di sampingnya, berjudul “Jejak-Jejak Hijau”.

Menampilkan empat karya, tengkorak binatang kembali diangkat Isa dalam karya lukisannya, namun kali ini berpadu dengan tulisan-tulisan abstrak yang dominan dengan warna gelap berjudul “Sajak Malam Para Penggembala #1”.

Isa yang tinggal di Malang,Jawa Timur,dikenal sebagai seniman yang tertarik dengan budaya daerahnya,termasuk masalah lingkungan yang dibahas dalam seri lukisan terakhirnya tentang hutan tropis yang terancam.

Tampil kontras, lukisan karya Nurhidayat yang terlihat gemerlap warna-warni dengan mengangkat objek buah-buahan dan bunga yang ditampilkan dalam dua lukisannya berjudul “Erotique, Toxkicue, Exoticue” dan “Utopie”.

Nurhidayat adalah seniman asal Bandung yang tinggal di Perancis sejak 2005 yang cukup memengaruhinya dalam karya yang dihasilkannya yang dikategorikan “surealis pop” terinspirasi oleh foto-foto makanan.

Pelukis ketiga adalah Seno Andrianto yang menampilkan empat lukisan dengan dominasi objek perempuan, seperti “Next Step” seorang anak perempuan membawa bingkai foto, sembari meniup permen karet.

Seno Andrianto dikenal sebagai pelukis potret berkualitas baik dengan mata tajam yang mampu menangkap aura objeknya, termasuk seorang gadis muda yang menjadi tokoh utama di semua lukisan barunya.

Keempat, Bestrizal Besta yang menampilkan tiga lukisan, salah satunya berjudul “Kenikmatan Yang Berbatas” dengan sesosok tubuh manusia yang diselimuti dengan dedaunan, masih dengan dominasi warna gelap.

Besta berasal dari Sumatera Barat yang selama ini dikenal dengan karyanya di jalur “black and white”.

Dengan menggunakan bahan arang menampilkan gaya realis dalam kebanyakan lukisannya membuat goresan seni ini memiliki nilai tersendiri.

Sedikit berbeda, Putut Wahyu Widodo sebagai perupa kelima yang menampilkan perpaduan seni lukis dan instalasi, seperti karyanya “Final Journey to Simurgh (Homage to Attar)” dengan sayap yang keluar dari bingkai.

Sementara itu, Chris Dharmawan selaku pemilik Galeri Semarang menyebutkan setidaknya 17 karya lukis dari lima perupa yantampilkan pada pameran bertajuk “Final (Challenges)” yang berlangsung 19 Mei-24 Juni 2018.

“Semua karya ini membahas beberapa tantangan yang dihadap manusia di abad 21, di antaranya masalah lingkungan. Bahaya konstan lainnya adalah hilangnya tradisi dan nilai-nilai moral, perang, dan sebagainya,” ungkapnya.

(adh/ant)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya