Sepenggal Cerita Masa Lalu, Ketika Jokowi Memuji-muji Teras Cihampelas

KLIKNUSAE.com – Pagi itu, Rabu 12 April 2017, Kota Bandung seperti kembali ke ingatan kolektifnya sebagai kota kreatif yang gemar bereksperimen dengan ruang.

Sekitar pukul 10.30 WIB, rombongan Presiden Republik Indonesia yang kala itu dijabat Joko Widodo tiba di Teras Cihampelas.

Ruang publik yang waktu itu masih berusia dua bulan, namun telah menyedot perhatian nasional.

Ratusan anak sekolah berbaris rapi di sepanjang jalur skywalk. Suara mereka pecah serempak menyanyikan Halo-Halo Bandung.

Lagu perjuangan yang terasa seperti salam nostalgia bagi presiden yang dikenal gemar blusukan.

Jokowi membalasnya dengan senyum lebar dan lambaian tangan—gestur sederhana yang segera mencairkan jarak antara kepala negara dan warga.

Dalam rombongan itu hadir Pramono Anung (mantan Sekretaris Kabinet) dan mantan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek.

Di sisi Jokowi,  Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, serta Wakil Wali Kota Oded M. Danial tampak mendampingi, menyusuri satu demi satu sudut Teras Cihampelas.

Jembatan Udara

Sebelum perjalanan dimulai, Ridwan Kamil—arsitek yang kala itu menjabat wali kota—memulai penjelasan dengan gaya santainya.

“Pak Jokowi mungkin bisa foto dulu di jendela ini biar bagus dan nanti masuk medsos,” ujarnya sambil menunjuk replika bingkai Instagram.

Jokowi tersenyum, obrolan pun mengalir ringan di tengah langkah-langkah awal di atas jembatan udara.

Itulah kali pertama Jokowi menginjakkan kaki di skywalk Teras Cihampelas. Sebuah jembatan pedestrian sepanjang 450 meter, lebar sembilan meter, dan menjulang 4,6 meter di atas Jalan Cihampelas

Proyek bernilai Rp48 miliar itu rampung hanya dalam waktu sekitar tiga bulan. Sebuah eksperimen urban di tengah kota yang lahan kosongnya kian mahal dan langka.

Ridwan Kamil menjelaskan bahwa Teras Cihampelas bukan sekadar jalur pejalan kaki.

Ia adalah upaya menata ulang wajah kota sekaligus menyelesaikan persoalan klasik, pedagang kaki lima.

Sebanyak 192 PKL yang sebelumnya memenuhi trotoar kini direlokasi ke area skywalk, tertata tanpa harus digusur.

BACA JUGA: Pengamat Unpar Kristian Ingatkan Risiko Domino Effect Pembongkaran Teras Cihampelas

Ikon Baru

“Prinsip kami membina, bukan membinasakan. Bukan menggusur, hanya menggeser, tentu setelah tempatnya ada,” kata Ridwan kala itu.

Sepanjang perjalanan, Jokowi tak sekadar berjalan. Ia berhenti, menyapa pedagang, membeli dagangan, dan berbincang ringan tentang pengalaman usaha kecil.

Di beberapa titik, Presiden membagikan kaos dan alat tulis kepada warga yang berebut bersalaman.

Antusiasme terasa kental; kamera ponsel terangkat, senyum bertebaran di atas skywalk yang saat itu menjadi ikon baru Bandung.

Perjalanan berhenti sebelum mencapai ujung Teras Cihampelas.

Jokowi lalu menemui awak media. Di hadapan wartawan, ia menyampaikan apresiasi atas pola penataan kota yang diusung Pemerintah Kota Bandung.

“Kita melihat di Teras Cihampelas ini didesain dan dikerjakan oleh Wali Kota Bandung. Penataannya betul-betul rapi dan menjadi daya tarik wisatawan,” ujar Jokowi.

Menurutnya, tantangan terbesar penataan kota adalah ketersediaan lahan untuk ruang publik.

Karena itu, Teras Cihampelas ia sebut sebagai model yang patut dicontoh.

“Ini contoh penataan PKL yang baik. Kota-kota lain bisa melihat dan meniru,” katanya.

Namun, di balik pujian itu, diskursus tentang ruang publik tak berhenti.

Dosen Sekolah Arsitektur dan Perencanaan Kota ITB, Denny Zulkaidi, menilai upaya Pemkot Bandung memang layak diapresiasi.

Meski secara perencanaan Teras Cihampelas tidak tercantum eksplisit dalam RTRW, melainkan masuk dalam RDTR sebagai jalur pejalan kaki.

Menurut Denny, secara konsep ruang publik di atas jalan merupakan respons atas keterbatasan lahan.

“Itu bisa jadi contoh. Ruang publik di atas untuk berinteraksi dan bersosialisasi, itu oke,” ujarnya.

Namun ia mengingatkan, ruang publik tak cukup hanya hadir secara fisik.

Ia harus didukung prasarana yang memadai agar fungsinya optimal. Jika tidak, justru berpotensi menimbulkan persoalan baru.

Denny juga menyinggung kewajiban kota dalam menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30 persen sesuai UU No. 26 Tahun 2007.

Fakta menunjukkan, RTH Kota Bandung saat itu baru mencapai sekitar 12 persen dari total luas wilayah.

RTH Baru

“RTH itu penting sebagai pengatur ekologis kota. Tapi lahannya mahal dan anggaran terbatas. Dua tahun terakhir bahkan belum ada pembukaan RTH baru, yang ada baru revitalisasi,” jelasnya.

Bagi Denny, Teras Cihampelas masuk kategori ruang terbuka non-hijau.

Artinya, ia tidak bisa menggantikan fungsi ekologis RTH, meski berperan penting secara sosial dan ekonomi.

Pagi itu, sebelum meninggalkan lokasi, Jokowi—berkemeja putih lengan panjang—kembali melambaikan tangan.

Sebuah potret masa lalu, ketika ruang publik bukan sekadar bangunan, melainkan simbol harapan dan keberanian sebuah kota untuk bermimpi.

Sekarang, puja-puji itu akan runtuh seiring  rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akan menenggelamkan Terasa Cihampelas, selamanya. Kebijakan yang diamini Wali Kota Muhammad Farhan. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya