Pemdaprov Jabar Tekankan Pemajuan dan Perlindungan Kebudayaan di Ranperda Baru
KLIKNUSAE.com— Pemerintah Provinsi Jawa Barat menegaskan kembali komitmennya pada perlindungan dan pemajuan kebudayaan daerah.
Dalam Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat, Kamis, 4 Desember 2025, Wakil Gubernur Erwan Setiawan menyampaikan pendapat gubernur atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Pemajuan Kebudayaan Jawa Barat.
Di hadapan para legislator, Erwan menyebut keberagaman budaya sebagai “kekuatan Jawa Barat yang bukan hanya menjaga identitas daerah, tapi ikut menyangga masa depan peradaban nasional.
” Menurut dia, ragam budaya Sunda hingga Betawi di wilayah Jabar menjadi warna penting dalam mosaik kebudayaan Indonesia. Investasi untuk membangun masa depan bangsa,” katanya.
Erwan mengingatkan bahwa ekosistem budaya harus dijaga agar tidak patah oleh perubahan zaman. Regenerasi menjadi kata kunci.
“Tugas kita adalah memastikan ekosistem kebudayaan tetap berlanjut dan hidup di tangan generasi berikutnya,” ujarnya.
Ia menilai arah Ranperda telah berada di jalur benar: memberi ruang ekspresi bagi para pelaku budaya, sekaligus menjaga nilai-nilai yang menjadi identitas masyarakat.
Ranperda ini, kata dia, memayungi empat pilar: perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
Namun Erwan juga memberi beberapa catatan penting. Salah satunya tentang integrasi dua regulasi lama—Perda Pemeliharaan Kesenian serta Perda Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah—ke dalam rancangan aturan baru.
Integrasi ini, menurut dia, harus dibarengi pencabutan regulasi lama agar tidak menimbulkan tumpang tindih.
“Dualisme aturan tidak boleh dibiarkan,” tuturnya.
Ia turut menyoroti perlunya memasukkan aspek Hak Kekayaan Intelektual Komunal sebagai bagian dari pemajuan budaya.
Kolektif Komunitas
Hak kolektif komunitas, menurutnya, tak boleh hilang ditelan arus komersialisasi.
Soal pembagian wilayah budaya, Erwan mengusulkan pendekatan berbasis penggunaan bahasa.
Dengan demikian, kebudayaan Jawa Barat terbagi dalam tiga wilayah utama: Sunda Priangan, Melayu Betawi, dan Cirebon-Dermayu.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, Erwan mengingatkan bahwa objek pemajuan kebudayaan mencakup sepuluh unsur.
Mulai dari tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, hingga permainan rakyat dan olahraga tradisional.
Erwan juga meminta ketepatan istilah dalam Ranperda. Ia menyoroti frasa “tempat suci” yang dinilai berpotensi menimbulkan tafsir berlebih.
Pemerintah Provinsi, ujarnya, mengusulkan penambahan istilah “ruang terbuka lainnya yang dapat dijadikan sarana dan prasarana kebudayaan”. Tentu saja, tanpa embel-embel aturan tambahan yang sebenarnya belum ada.
Satu catatan lain cukup tegas: ia menolak konsep “budaya unggulan”. Dalam pandangannya, esensi kebudayaan adalah keunikan, bukan perlombaan.
“Semua aspek budaya harus dilindungi negara seluas-luasnya. Penetapan objek budaya unggulan untuk tiap kabupaten/kota sebaiknya dihilangkan,” kata Erwan.
Dengan catatan-catatan tersebut, pembahasan Ranperda Pemajuan Kebudayaan Jawa Barat dipastikan akan berjalan lebih ketat. Sekaligus membuka ruang pembenahan regulasi yang selama ini dianggap tumpang tindih.



