Komunitas Sepeda Onthel Warnai Suasana Karnaval Asia Afrika 2025, Mengenang Semangat 1955

KLIKNUSAE.com  Dentuman musik, derap langkah penari, dan gemuruh tepuk tangan penonton mewarnai suasana karnaval Asia Afrika Festival (AAF) 2025.

Event yang digelar di sepanjang Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Sabtu, 18 Oktober 2025 itu menampilkan berbagai elemen masyarakat.

Di antara kemeriahan itu, sekelompok pesepeda onthel tampil mencuri perhatian publik. Mereka berjalan dengan kostum lawas dan sepeda klasik yang membawa nuansa masa lampau ke tengah perayaan modern.

Komunitas sepeda onthel ini bukan peserta baru. Setiap tahun, mereka tak pernah absen dalam gelaran Asia Afrika Festival.

Bagi mereka, keikutsertaan bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk penghormatan terhadap sejarah panjang yang mengiringi Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 silam.

“Ketika itu sepeda masih menjadi kendaraan utama warga maupun abdi negara dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Nah, kami hadir di sini salah satunya untuk mengenang sejarah itu,” ujar salah seorang peserta onthel sambil tersenyum ketika ditemui Kliknusae.com di tengah arak-arakan.

BACA JUGA: Tokoh Abah Landoeng, Saksi Sejarah Konferensi Asia Afrika yang “Terlupakan”

Kostum Tempo Dulu

Pemandangan barisan sepeda klasik dengan kostum tempo dulu itu menghadirkan nostalgia tersendiri bagi warga yang menonton di pinggir jalan.

Mereka menjadi pengingat hidup akan masa ketika Bandung menjadi panggung peristiwa diplomatik yang mengubah arah sejarah dunia.

Sementara itu kemeriahan AAF 2025 sendiri tampak sejak pagi. Acara dibuka dengan penampilan spektakuler dari Ega Robot Ethnic Percussion asal Bandung yang membangkitkan semangat penonton.

Ribuan warga memadati kawasan Jalan Asia-Afrika, sebagian datang bersama keluarga untuk menikmati suasana penuh warna itu.

Salah satu warga, Engkus Kusnadi (65), mengaku terkesan dengan perhelatan tahunan ini.

“Meriah banget ini, saya ajak istri dan cucu ke sini sambil kulineran,” tuturnya sambil tersenyum.

Ia menyebut acara ini sebagai “healing ekonomis”—cukup datang, menikmati hiburan, dan mencicipi jajanan khas Bandung.

Sedangkan Nadya (29), pengunjung asal Cimahi, menilai AAF 2025 bukan sekadar pesta budaya, tapi juga ajang edukasi sejarah.

“Seru banget. Apalagi Bandung dikenal sebagai kota sejarah Asia Afrika, jadi nonton sambil belajar juga,” ujarnya.

Tahun ini, AAF 2025 turut dihadiri oleh delegasi dari berbagai negara seperti Malaysia, Rwanda, Arab Saudi, Guinea, Bangladesh, Seychelles.

Kemudian ada juga Mesir, Bahrain, Thailand, Libya, Aljazair, Sri Lanka, Yordania, hingga India.

Tak ketinggalan, berbagai kesenian daerah dari kabupaten dan kota di Indonesia ikut memperkaya suasana karnaval yang menjadi simbol persahabatan lintas bangsa ini.

Kehadiran komunitas sepeda onthel di tengah gegap gempita modernitas menjadi pengingat bahwa di balik semarak festival. Ada sejarah dan semangat solidaritas yang tak lekang oleh waktu. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya