Gubernur KDM Sindir Praktik Study Tour Karena Meniru Pejabat Study Banding
KLIKNUSAE.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyentil praktik study tour di kalangan pelajar yang menurutnya sudah melenceng dari tujuan pendidikan.
Dalam obrolan di podcast Deddy Corbuzier yang tayang baru-baru ini, KDM–sapaan akrabnya mengaitkan fenomena itu dengan kebiasaan para pejabat.
Dimana, pejabatnya banyak mengikuti study banding
“Anak sekolah study tour karena meniru pejabat. Saya dulu anggota DPR juga study banding,” ujar Dedi, sambil tertawa, pada menit ke-29:07 dalam tayangan podcast tersebut.
Menurut Dedi, budaya study tour yang kini jamak dilakukan sekolah-sekolah kerap tidak relevan dengan kebutuhan siswa.
Ia menilai, mempelajari lingkungan sekitar jauh lebih tepat ketimbang bepergian ke luar kota hanya demi formalitas kegiatan belajar di luar kelas.
Ia menyebut banyak tempat di sekitar sekolah yang justru terbengkalai dan bisa dijadikan objek pembelajaran nyata.
Tak hanya mempertanyakan esensi, KDM juga menyoroti dampak ekonomi dari kegiatan tersebut.
Berdasarkan temuannya saat berdialog dengan warga, banyak orang tua yang harus meminjam uang ke bank emok atau rentenir dengan bunga tinggi. Bahkan mencapai 10 persen, demi membiayai anak mereka ikut rombongan study tour.
“Biaya study tour saja bisa sampai Rp2 juta per anak, belum uang jajan Rp1,5 juta. Ini tentu memberatkan,” kata Deddy.
Ia menggarisbawahi bahwa pendidikan seharusnya tidak menjerumuskan keluarga ke dalam tekanan ekonomi.
KDM juga menekankan pentingnya membentuk karakter anak agar tidak semata-mata menjadi konsumen keinginan. Seperti minta dibelikan gawai, yang pada akhirnya memaksa orang tua berkorban secara berlebihan.
Untuk mengatasi hal ini, KDM pun mengambil sejumlah langkah konkret. Salah satunya adalah mendorong agar sekolah-sekolah di bawah kewenangan Pemprov Jawa Barat menandatangani kesepakatan dengan orang tua murid.
Isinya, orang tua tidak akan menggugat guru saat guru menerapkan disiplin kepada anak.
“Tentu saja dengan batasan-batasan yang sifatnya bukan penyiksaan,” ujarnya.
Langkah ini, menurut Dedi, adalah upaya menciptakan ekosistem pendidikan yang sehat, seimbang, dan tidak membebani keluarga. Terutama dari kalangan masyarakat kecil. ***