Rapat Pemerintah di Hotel: Efisiensi atau Pemborosan?

Oleh: Adhi M Sasono, Editor in Chief

WACANA tentang pelaksanaan rapat-rapat pemerintah di hotel kembali mengemuka seiring tekanan efisiensi anggaran di berbagai daerah.

Sebagian menilainya sebagai pemborosan, sebagian lain menganggapnya sebagai kebutuhan.

Namun sejatinya, polemik ini tidak bisa disederhanakan menjadi hitam-putih antara “boros” atau “perlu”.

Yang lebih penting adalah bagaimana mengukur efektivitas dan akuntabilitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan.

Pemerintah daerah sejatinya memiliki fleksibilitas dalam menentukan tempat pelaksanaan kegiatan, termasuk rapat.

Rapat di hotel bukanlah sesuatu yang otomatis salah. Yang perlu menjadi tolok ukur adalah tiga hal: kemampuan anggaran, kepentingan strategis, dan esensi tujuan kegiatan.

Jika ketiga aspek itu terpenuhi, maka tidak ada alasan untuk mengharamkan penggunaan hotel sebagai lokasi rapat.

Ada beberapa kondisi di mana penyelenggaraan rapat di hotel justru lebih efektif. Misalnya, ketika kapasitas ruang dan fasilitas di kantor pemerintah tidak memadai.

Atau ketika rapat melibatkan pihak luar (asing), baik narasumber nasional maupun peserta dari daerah lain atau bahkan luar negeri, yang membutuhkan sarana representatif.

Dalam konteks seperti ini, hotel bukan hanya soal kenyamanan, tapi menjadi bagian dari strategi komunikasi, pelayanan, bahkan promosi daerah.

BACA JUGA: Menakar Efektivitas Kehadiran Kereta Cepat Whoosh Bagi Pariwisata Jawa Barat

Tak bisa digeneralisasi

Rapat di hotel juga kerap digunakan untuk menunjukkan kesiapan suatu kota dalam menggelar event berskala besar.

Ini menjadi penting bagi daerah yang ingin masuk dalam radar destinasi MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition), sebagai salah satu sektor andalan ekonomi kreatif.

Namun demikian, praktik yang kerap menimbulkan masalah adalah ketika kegiatan rapat di hotel dilakukan sekadar untuk menghabiskan anggaran.

Tanpa tujuan jelas, hasil konkret, apalagi nilai tambah.

Lebih buruk lagi, bila disertai penggelembungan biaya atau laporan fiktif. Di titik inilah publik berhak marah, karena uang rakyat digunakan tanpa hasil yang sepadan.

Maka dari itu, dibutuhkan sistem pengendalian dan SOP yang jelas dan ketat, untuk memastikan bahwa setiap rapat yang digelar. Baik di hotel maupun di kantor, memang memiliki urgensi, outcome yang terukur, serta efisiensi dalam penggunaan anggaran.

Transparansi dan evaluasi berkala terhadap hasil rapat juga mutlak diperlukan, agar kegiatan tidak terjebak pada rutinitas seremonial tanpa substansi.

Tidak semua kabupaten dan kota memiliki fasilitas rapat memadai. Karena itu, keputusan untuk menggunakan hotel tidak bisa digeneralisasi sebagai bentuk pemborosan.

Yang harus dicegah adalah penyalahgunaan kewenangan dan mentalitas menghamburkan anggaran.

Kuncinya bukan pada tempat, tapi pada niat dan tata kelola. Jika rapat di hotel memberi hasil lebih baik daripada di kantor, dan dilakukan secara transparan serta profesional, maka itu bukan pemborosan, itu investasi hasil kerja. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya