Kertajati Butuh Keberanian Politik, Bukan Sekadar Wacana

Oleh: Adhi M Sasono, Editor in Chief

BANDARA Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka adalah satu dari sekian banyak megaproyek kebanggaan daerah yang nasibnya tak seindah wacananya.

Dengan anggaran pembangunan mencapai  Rp2,6 triliun, infrastruktur megah ini sempat digadang-gadang sebagai solusi jangka panjang penerbangan internasional Jawa Barat.

Sekaligus, penopang mobilitas dan ekonomi wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan).

Namun faktanya, sejak diresmikan, geliat Kertajati belum juga menyamai ekspektasi.

Kini publik menanti, mampukah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberi napas baru pada bandara ini?

Dedi bukan sosok asing di ruang publik. Lewat media sosial, ia dikenal sebagai pemimpin yang lantang menyuarakan keadilan sosial. Keberpihakan pada masyarakat kecil, serta perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Tapi Kertajati bukan konten media sosial. Ini tentang keputusan politik, keberanian struktural, dan konsistensi arah pembangunan jangka panjang.

Saat ini, yang dibutuhkan Kertajati bukan sekadar retorika, melainkan eksekusi.

Sudah cukup banyak kajian dan saran dari para pakar transportasi dan perencanaan wilayah tentang bagaimana menghidupkan kembali bandara ini.

Mulai dari integrasi transportasi darat (terutama Tol Cisumdawu), penjadwalan ulang rute penerbangan yang strategis, hingga insentif untuk maskapai dan penumpang.

Bahkan media sudah berkali-kali membahasnya. Kini tinggal keberanian politik Gubernur untuk membangun komunikasi aktif.

Terutama, dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, serta pihak-pihak lain yang punya otoritas dalam sistem transportasi nasional.

BACA JUGA: Konektivitas, Kunci Menghidupkan Kembali Bandara Internasional Kertajati

Memperkuat Konektivitas

Lebih jauh, Dedi harus bersikap tegas dan tidak terjebak dalam tarik-menarik kepentingan antara daerah.

Keinginan Wali Kota Bandung untuk mengaktifkan kembali Bandara Husein Sastranegara bisa dipahami sebagai kebutuhan lokal.

Namun Dedi harus berani bicara: prioritas Jawa Barat bukan memelihara bandara lama yang stagnan, melainkan menjadikan Kertajati sebagai poros baru mobilitas dan ekonomi wilayah timur dan utara Jawa Barat.

Bandara Kertajati punya potensi besar. Bukan hanya untuk menggerakkan roda pariwisata di Bandung Raya, tetapi juga memperkuat konektivitas industri di Majalengka, logistik di Cirebon, hingga pertanian di Indramayu.

Jika dikelola serius dan terintegrasi dengan ekosistem transportasi darat serta logistik nasional, Kertajati bukan hanya akan hidup, tapi tumbuh sebagai simpul strategis pertumbuhan Jawa Barat.

Kini semua tergantung Dedi. Publik menunggu bukan hanya janji, tetapi langkah konkret.

Bila selama ini ia lantang membela warga kecil lewat konten-konten humanis, maka saatnya membela hak publik yang lebih besar.

Hak atas infrastruktur yang berfungsi, anggaran yang tidak sia-sia, dan pembangunan yang berpihak pada masa depan.

Kertajati bukan sekadar bandara. Ia adalah simbol, apakah kita sebagai bangsa bisa menjaga komitmen jangka panjang, atau kembali terjebak dalam politik populis jangka pendek?

Gubernur Dedi, kini publik menanti langkahmu. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya