Praktik Pungli di Destinasi Wisata, Wamen Ni Luh Puspa Minta Ada Gerakan Bersama Ciptakan Rasa Aman
KLIKNUSAE.com – Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ni Luh Puspa angkat suara soal maraknya praktik pungli (pungutan liar) di destinasi wisata.
Dalam keterangan resminya, Kamis 22 Mei 2025, ia menegaskan perlunya gerakan bersama untuk menciptakan pariwisata yang aman, nyaman, dan bebas dari pungli.
“Kita semua punya tanggung jawab yang sama. Praktik-praktik seperti ini tak boleh dibiarkan terus terjadi,” ujar Ni Luh di Jakarta.
Sorotan Ni Luh mengarah ke Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya Kabupaten Sumba Barat Daya.
Wilayah ini tengah bergeliat mengembangkan sektor pariwisata, namun tercoreng insiden pungli yang ramai diperbincangkan publik. Terutama setelah diungkap oleh kanal YouTube Jajago Keliling Indonesia.
Dalam rapat virtual yang digelar Rabu, 21 Mei lalu, bersama stakeholder pariwisata di NTT, Ni Luh menyebut perlunya tindakan tegas terhadap pelaku pungli.
Ia mendukung langkah aparat dan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan sekaligus penindakan.
BACA JUGA: Perangi Pungli di Tempat Wisata, Pemerintah Bentuk Pokja Khusus
Partisipasi aktif warga
“Pendekatan preventif dan edukatif harus dijalankan, terutama menyasar anak-anak dan masyarakat sekitar destinasi,” kata Ni Luh.
Kemenparekraf, menurut dia, akan terus berkoordinasi dengan dinas pariwisata setempat untuk mendampingi masyarakat. Khususnya, dalam mengelola destinasi dan meningkatkan kesadaran wisata.
Partisipasi aktif warga dalam ekosistem pariwisata desa pun dinilai krusial—mulai dari pelatihan hingga penguatan komunitas lokal.
Ni Luh juga menyoroti pentingnya edukasi wisatawan mengenai kearifan lokal dan kondisi sosial masyarakat setempat.
Ia mengimbau agar bantuan sosial dari wisatawan tidak diberikan langsung kepada anak-anak di lokasi wisata, melainkan disalurkan melalui jalur resmi seperti lembaga desa atau komunitas.
“Ini harus menjadi titik balik bagi pariwisata di Sumba dan NTT. Kami mendorong pelatihan SDM lokal, promosi digital, serta pengelolaan destinasi berbasis komunitas,” ujarnya.
Sementara itu, komitmen serupa disampaikan Bupati Sumba Barat Daya, Ratu Ngadu Bonu Wulla, dalam pertemuan yang digelar 20 Mei.
Ia mengakui praktik pungli adalah tindakan yang memalukan dan bertentangan dengan hukum.
Masyarakat, khususnya di Kampung Adat Ratenggaro, mendesak pemerintah terus memberikan pelatihan dan pendampingan dalam pengelolaan wisata.
Pertemuan itu menghasilkan sejumlah kesepakatan, di antaranya pemasangan papan informasi tarif resmi untuk masuk kawasan, menunggang kuda, hingga tarif foto. Penegakan aturan akan dibantu oleh aparat kepolisian, TNI, dan Satpol PP.
Kawasan Ratenggaro sebelumnya sempat viral setelah seorang YouTuber melaporkan dipalak saat melintasi jalan poros menuju Pantai Ratenggaro dan Tambolaka.
Peristiwa ini menjadi sorotan luas publik dan kini, menjadi momentum perubahan bagi masa depan pariwisata NTT. ***