Meski Trump Minta agar Pulang Kampung, Apple tetap Bertahan di China, Ini Alasannya

KLIKNUSAE.com – Di balik desain elegan dan performa tinggi perangkat Apple, tersembunyi sebuah keputusan strategis yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Mereka, memilih merakit produknya di luar negeri, terutama di China.

Meski perusahaan teknologi asal Cupertino, California, ini berakar di tanah Amerika, produk-produknya justru lahir dari lini perakitan yang jauh dari Negeri Paman Sam.

Menurut laporan Evercore ISI yang dikutip CNBC, sekitar 80 persen produksi Apple bertumpu pada China.

Khusus untuk iPhone, angkanya lebih tinggi lagi yakni 85 hingga 90 persen. Negara itu menjadi poros penting dalam rantai pasok Apple. Menjadikannya seolah pabrik global bagi perangkat yang kini mendominasi pasar dunia.

Mitra-mitra Apple, seperti Foxconn, Pegatron, Wistron, dan Compal—sebagian besar berbasis di Taiwan—mengoperasikan fasilitas perakitan berskala raksasa di berbagai penjuru China.

Salah satunya berada di Kota Zhengzhou dan Shenzhen, yang dijuluki “Kota iPhone”. Di sana, ratusan ribu pekerja terampil bekerja dalam ritme cepat, memproduksi jutaan unit dalam hitungan minggu.

Namun, mengapa Apple tak memilih merakit produknya di negara asalnya sendiri?

Pertanyaan itu pernah dilontarkan langsung kepada pendiri Apple, Steve Jobs, dalam sebuah pertemuan dengan Presiden Barack Obama pada 2010 silam.

Jobs, sebagaimana dikisahkan dalam biografi karya Walter Isaacson, menjawab dengan tegas,  Amerika kekurangan tenaga teknis.

Untuk mendukung produksi skala besar seperti iPhone, dibutuhkan setidaknya 30.000 teknisi terampil—jumlah yang, kala itu, tak bisa dipenuhi oleh AS.

“Di China, kami bisa mendapatkan 700.000 pekerja terampil dalam waktu cepat,” kata Jobs, seperti dikutip dari The Verge, Jumat, 11 April 2025.

Bukan Sekedar Upah Murah

Pernyataan serupa pernah dilontarkan oleh Tim Cook, penerus Jobs yang kini menjabat CEO Apple.

Dalam forum Fortune Magazine Global Forum pada 2017, Cook menampik anggapan bahwa Apple memilih China karena buruh murah.

“Itu bukan alasan kami,” katanya.

“China sudah lama bukan negara dengan upah murah. Kami memilih China karena kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang sangat terampil, yang terkonsentrasi dalam satu lokasi,” sambung Cook.

Cook bahkan menyebut, kemampuan manufaktur China sudah mencapai tahap yang sulit ditandingi negara lain.

Terutama dalam urusan precision tooling, teknik perakitan presisi tinggi. Serta pengerjaan material tingkat lanjut.

BACA JUGA: Bill Gates Punya Uang Jajan Tunai Rp 3,9 Triliun

Hal ini, kata Cook, menjadi tulang punggung dari kualitas produk Apple.

Sementara itu, di Amerika, mencari insinyur tooling saja seperti mencari jarum dalam jerami.

“Kita mungkin hanya bisa mengisi satu ruangan kecil dengan mereka. Tapi di China? Bisa mengisi beberapa lapangan sepak bola,” katanya.

Pernyataan Cook menyiratkan kenyataan keras industri teknologi: bukan hanya soal biaya, melainkan kesiapan ekosistem industri.

Rantai Pasok

Sedangkan China memiliki rantai pasok yang solid, tenaga kerja terampil dalam jumlah besar, dan kemampuan produksi massal yang presisi.

Sebuah kombinasi yang belum bisa ditandingi oleh negara mana pun, termasuk Amerika Serikat.

Meski begitu, Apple tak menutup mata pada risiko ketergantungan. Beberapa tahun terakhir, perusahaan mulai mendiversifikasi produksinya ke negara lain seperti India dan Vietnam. Namun, China tetap menjadi pilar utama.

Upaya diversifikasi ini kian relevan saat Presiden Donald Trump kembali menyerukan agar Apple memindahkan lini produksinya ke AS.

Di tengah memanasnya perang dagang dan kenaikan tarif impor hingga 125 persen, Trump mendesak Apple “pulang kampung”.

“Amerika punya tenaga kerja dan sumber daya yang cukup,” kata Karoline Leavitt, juru bicara Gedung Putih.

Namun, realitas di lapangan berbicara lain. Ekosistem manufaktur Apple tak dibangun dalam semalam.

Dan selama AS belum mampu menyamai kedalaman industri dan keterampilan teknis seperti yang ditawarkan China. Maka iPhone tampaknya masih akan terus lahir dari tangan-tangan terampil di Negeri Tirai Bambu. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya