Ketua PHRI Jabar Dodi Sebut 50 Persen Karyawan Hotel dan Restoran Terancam PHK

KLIKNUSAE.com – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, menyatakan bahwa karyawan hotel dan restoran di Jawa Barat terancam PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Hal ini menyusul,  terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.

Ia memperkirakan bahwa kebijakan tersebut dapat menyebabkan kehilangan pekerjaan bagi sedikit  50 persen karyawan di sektor tersebut.

Dodi menjelaskan bahwa selama ini industri hotel dan restoran sangat bergantung pada kegiatan Meeting, Incentives, Convention, and Exhibition (MICE).

Dimana,  MICE menyumbang sekitar 40 persen dari total pendapatan. Oleh sebab itu, larangan rapat di hotel dinilai akan berdampak signifikan terhadap keberlangsungan usaha perhotelan dan restoran di Jawa Barat.

“Jika larangan ini diberlakukan, banyak hotel dan restoran akan menghadapi tantangan dan gangguan usahanya. Ini karena akan kehilangan sebagian besar sumber pendapatannya. Akibatnya, PHK massal bisa terjadi, mencapai hingga 50 persen dari jumlah karyawan yang ada,” ujar Dodi ketika di temui Kliknusae.com, Kamis 30 Januari 2025.

Ia juga menambahkan bahwa sektor perhotelan dan restoran masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi, sehingga kebijakan tersebut akan semakin memperburuk kondisi industri.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mencari solusi lain yang lebih seimbang agar industri tetap bisa berjalan tanpa mengorbankan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini.

“Kami berharap ada dialog antara pemerintah dan para pelaku industri agar kebijakan yang diambil tidak justru memperparah keadaan,” pintanya.

“Kami siap mendukung regulasi yang berimbang dan tetap memberikan peluang bagi industri ini untuk berkembang,” tambahnya.

BACA JUGA: Waketum BPP PHRI Yuno: Mata Rantai UMKM Hotel dan Restoran Terputus, Ekonomi Indonesia Goyah

Stimulan Ekonomi

PHRI Jawa Barat pun mengambil sikap yang sama dengan DPP PHRI yang agar kebijakan efisiensi belanja tidak mengorbankan sektor-sektor yang berperan penting dalam memicu ekonomi lokal, seperti pariwisata dan UMKM.

Pemerintah, menurut PHRI, sebaiknya memfokuskan upaya efisiensi pada pengurangan kebocoran anggaran. Bukan pada pembatasan kegiatan yang justru berfungsi sebagai stimulan ekonomi.

Berdasarkan analisis PHRI, kebijakan efisiensi yang melibatkan pemangkasan anggaran. Khususnya, untuk perjalanan dinas dan kegiatan pemerintah diperkirakan akan memberikan dampak lebih besar. Terutama,  pada pendapatan hotel dan restoran di daerah-daerah yang sangat bergantung pada kegiatan pemerintah.

Penurunan okupansi dan pendapatan di sektor ini diprediksi bisa mencapai penurunan signifikan. Utamanya,di luar Pulau Jawa yang lebih bergantung pada transfer pusat dan pergerakan yang didorong oleh kegiatan pemerintah.

“PHRI berharap agar kebijakan ini dapat ditinjau kembali. Paling tidak,  untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang menyokong perekonomian daerah tetap dipertahankan. Sembari tetap menjaga efisiensi anggaran negara,” ujar Dodi.

Sementara itu, Sekretaris PHRI Herrie Hermanie Soewarma mengemukakan bukan hanya karyawan hotel saja yang bakal terimbas oleh keputusan efesien anggaran tersebut.

Namun,  juga sektor lainnya seperti UMKM, jasa transportasi & Biro perjalanan. Serta Event Organizers yang selama ini bergerak dari berbagai kegiatan MICE maupun perjalanan dinas kementrian serta oemerintah daerah di Hotel.

Supplier Bahan Pangan

“Belum termasuk pergerakan usaha para petani, peternak sebagai supplier bahan pangan & materials ke perhotelan dari berbagai kegiatan MICE,” ungkap Herrie.

Pemerintah pusat diharapkan untuk meninjau kembali kebijakan efisiensi ini. Usaha Perhotelan merupakan salah satu kontributor pajak tertinggi di daerah

Hal lainnya yang perlu diperhitungkan terkait dampak terhadap usaha-usaha yang bermitra dengan industri perhotelan adalah perihal hilangnya potensi lapangan kerja  yang cukup besar.

Dijelaskan Herie, bahwa kegiatan MICE berbagai dinas pemerintahan  selama ini merupakan pemasok rata-rata 55 hingga 65 persen  tingkat hunian Hotel dari berbagai bintang.

“Hotel dan  restoran juga sebagai tempat dimana berlangsungnya kegiatan para karyawan magang dari program Dinas Tenaga Kerja yang masih terus berjalan selama ini,” pungkasnya. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya