Menjunjung Asa di Atas Es Teh “Sunhaji”, Menunggu Janji KUR Presiden Prabowo
KLIKNUSAE.com – Es teh sudah lama menjadi minuman favorit orang Indonesia, terutama saat terik menyerang. Di tengah krisis iklim yang membuat suhu makin menyengat, es teh menjadi oase sederhana yang mudah dijangkau.
Di pinggir jalan, gerai-gerai kecil penjual es teh berdiri bersahaja. Bermodal termos es, cup sealer, dan gelas plastik, pedagang menjajakan minuman ini dengan harga tak lebih dari Rp5.000.
Angka ini mungkin hanya recehan bagi turis mancanegara—sekitar 30 sen dolar AS—tapi cukup untuk mendulang rezeki bagi para pedagang kecil.
Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari budaya lokal. Sebutan “es teh Solo” misalnya, kerap digunakan para penjual, meski asal muasalnya merujuk pada merek waralaba terkenal.
BACA JUGA: Mengundang Minum Teh,Cara Taiwan Menggaet Turis Muslim Indonesia
Di Indonesia, merek besar kerap bertransformasi menjadi istilah generik—fenomena yang mencerminkan bagaimana budaya populer berinteraksi dengan bisnis lokal.
Sunhaji adalah satu dari ribuan pedagang es teh yang meramaikan jalanan kota. Bersama mereka ada rangkaian pelaku ekonomi mikro: produsen teh, penjual es batu, hingga pabrik pembuat gelas plastik.
Bagi mereka, es teh adalah nadi penghidupan. Modalnya berasal dari kantong sendiri, jauh dari jangkauan kredit perbankan yang penuh syarat.
Mia, seorang penjual es teh di Jakarta, telah membuka tujuh gerai dalam waktu setahun. Dengan harga Rp4.000 per gelas besar, tiap gerainya mampu meraup omzet hingga Rp1 juta sehari.
BACA JUGA: 6 Destinasi Wisata Menarik Dikunjungi Saat Berada di Kabupaten Subang
Pelaku UMKM
“Kalau lokasinya ramai, makin banyak yang beli,” ujar Mia seperti dikutip dari Antaranews.com. Dari usahanya itu ia kini mempekerjakan beberapa tetangganya untuk berjualan.
Cerita serupa datang dari Nunik. Lewat gerai kecilnya di Jakarta, ia menjual es teh reguler seharga Rp3.000 dan versi jumbo Rp5.000.
Dalam sehari, penghasilannya mencapai Rp300.000. Tak hanya itu, ia juga menawarkan varian seperti es teh hijau dan es semangka.
Mia dan Nunik hanyalah dua dari 65 juta pelaku UMKM yang menopang ekonomi Indonesia. Meski usaha mereka terkesan sederhana, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai lebih dari 60 persen.
BACA JUGA: Eksplorasi Kawasan Puncak Bogor, Ini 5 Destinasi Menarik yang Perlu Dicoba
Pemerintah menyadari pentingnya sektor ini. Presiden Prabowo Subianto, lewat kebijakan yang diumumkan pada awal Desember, berjanji mempermudah akses Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menegaskan bahwa KUR harus bisa dinikmati UMKM, pekerja migran, hingga koperasi.
Namun, janji saja tak cukup. Mia, misalnya, berharap dukungan nyata.
“Kalau bisa, dibantu modalnya, biar bisa buka cabang lagi,” katanya.
BACA JUGA: Menyambut Datangnya Bulan Puasa, el Hotel Bandung Gelar Semarak Ramadhan
Dampak Sosial
Ia mengaku sering didatangi orang yang mencari pekerjaan, tapi keterbatasan modal menjadi penghalang.
Peran UMKM juga menciptakan dampak sosial. Bagi Nunik, usahanya tak hanya menjadi sumber penghidupan, tapi juga simbol ketangguhan di tengah cibiran.
Ia teringat kasus viral pedagang es teh di Magelang yang dirundung, namun memilih membalas dengan senyuman.
“Salut sama bapaknya. Semoga rezekinya lancar,” ujarnya.
BACA JUGA: Dodol Betawi Didorong Lebih Dikreasikan Menjadi Kuliner Khas DKI
Di media sosial, kisah pedagang seperti Sunhaji ini menggugah banyak pihak. Dukungan bahkan datang dari komunitas Manchester United Indonesia yang menulis di platform X, “Menjunjung es teh maupun menjunjung trofi, keduanya sama-sama mulia.”
Di balik segelas minuman favorit ini, tersimpan peluh perjuangan. Sunhaji dan jutaan pedagang kecil lain terus menjunjung asa, berdiri tegak di atas kaki sendiri.
Karena di negeri ini, perjuangan tak pernah kehilangan makna, walau hanya dengan secangkir teh manis dingin. ***