Lamongan Dengan 6 Fakta Manarik, Tempat Kapal Van Der Wijc Tenggelam
KLIKNUSAE.com – Kabupaten Lamongan di Provinsi Jawa Timur ternyata tidak saja terkenal dengan kuliner Pecel Lele-nya atau Soto Lamongan.
Kota yang masuk dalam kawasan metropolitan Surabaya, yakni Gerbangkertosusila (Gresik–Bangkalan–Mojokerto–Surabaya–Sidoarjo–Lamongan) juga punya destinasi menarik.
Kabupaten seluas 1.812,80 km persegi dengan berpenduduk 1.373.390 jiwa pada 2019 tersebut me nyimpan legenda tenggelamnya kapal Van Der Wicj. Beberapa novel pun terinspirasi dari cerita ini.
Tapi taukah Anda, Berikut 6 fakta menarik Lamongan yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. Asal usul nama
Nama Lamongan diketahui berasal dari nama seorang tokoh pada masa lalu. Dulu ada seorang pemuda bernama Hadi. Ia diberikan sebutan Mbah Lamong oleh rakyat daerah ini.
Dirinya pandai mengemong rakyat, pandai membina daerah, mahir menyebarkan ajaran agama Islam, dan dicintai oleh seluruh rakyatnya. Dari sebutan Mbah Lamong inilah kawasan tersebut kemudian disebut Lamongan.
Monumen Kapal Van der Wijck
2. Lokasi tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Tenggelamnya Kapal Van der Wijck pada 20 November 1936 menjadi kisah yang terkenal di masyarakat Indonesia.
Peristiwa tersebut juga mengilhami novel berjudul sama yang ditulis Buya Hamka dan telah diangkat ke layar lebar pada 2013.
Namun, belum banyak yang tahu bahwa lokasi tenggelamnya kapal ini ternyata berada di Lamongan, tepatnya di perairan Brondong. Melihat kapal itu tenggelam, warga Brondong, berbondong-bondong menolong sehingga penumpang kapal selamat.
BACA JUGA: Disparbud Lamongan Gelar Kajian Kitab Kuno Selama Ramadhan
Berkat pertolongan itu, kini di depan kantor pengelola Pelabuhan Brondong, Lamongan, berdiri sebuah Monumen Kapal Van der Wijck. Monumen itu merupakan bentuk terima kasih bangsa Belanda kepada warga Brondong untuk mengenang jasa-jasa mereka.
3. Pantai Kutang
Di Lamongan, tepatnya di Desa Labuhan ada pantai yang namanya cukup unik, yakni Pantai Kutang. Nama tersebut diberikan karena dahulu masyarakat setempat sering menemukan kutang yang tersangkut di pohon mangrove pantai tersebut.
Terlepas dari namanya itu, pantai ini menyimpan keindahan alam yang eksotis. Pantai Kutang memiliki hamparan pasir berwarna putih. Terdapat pula pohon-pohon mangrove di tepian pantainya. Di pantai ini tersedia beberapa spot foto yang Instagramable seperti ayunan di pantai dan jembatan kayu panjang.
Mitos Mengkonsumsi Pecel Lele
4. Mitos pantang makan lele
Pecel lele Lamongan termasuk kuliner yang sering dijumpai di Indonesia. Di tempat asalnya, ternyata warga asli Lamongan, terutama warga Desa Medang, pantang untuk mengonsumsi ikan lele.
Mitosnya warga yang nekat mengonsumsi lele bisa gatal-gatal di sekujur tubuh hingga muncul bercak-bercak putih seperti ikan lele.
Ada berbagai versi cerita latar belakang mitos tersebut. Salah satunya diceritakan kalau Sunan Giri bertamu ke rumah seorang wanita di daerah Glagah, Lamongan.
Salah satu pusakanya ternyata tertinggal di rumah itu. Ia kemudian mengutus Boyopatih untuk mengambilnya. Namun, Boyopatih tidak disambut baik pemilik rumah.
Boyopatih memutuskan menyamar menjadi kucing untuk mengambil pusaka. Mbok Rondo pun menyadari hal itu dan meneriaki maling, sehingga ia dikejar oleh penduduk sekitar. Boyopatih kemudian menceburkan dirinya ke kolam lele dan penduduk kehilangan jejaknya. Boyopatih merasa diselamatkan oleh ikan-ikan lele di kolam, kemudian bersumpah melarang anak turunannya untuk mengonsumsi lele.
Produsen Wingko Babat Paling Terkenal
5. Wingko Babat
Banyak orang mengenal wingko babat sebagai salah satu oleh-oleh khas Semarang. Ternyata, wingko babat sebenarnya adalah camilan khas masyarakat Kecamatan Babat, Lamongan.
Wingko babat terbuat dari kelapa muda, tepung beras ketan, dan gula. Biasanya berbentuk bundar dan dibungkus menggunakan kertas. Seiring perkembangan zaman, wingko babat kini tersedia dalam berbagai rasa. Salah satu produsen Wingko Babat paling terkenal adalah Loe Lan Ing yang bisa Anda kunjungi di Jalan Raya Babat No. 189.
6. Tradisi wanita melamar pria
Biasanya pihak pria mengunjungi pihak wanita untuk melakukan lamaran. Namun, di Lamongan, justru sebaliknya.
Setelah pihak wanita melamar, pihak pria membalas kunjungan sambil memberikan jawaban. Kedua belah pihak kemudian menyepakati waktu pernikahan.
Tradisi ini konon sudah terjadi turun temurun sejak masa pemerintahan Raden Panji Puspokusumo, penguasa Lamongan.
Dikisahkan, ia memiliki dua pangeran kembar yang memiliki hobi menyabung ayam. Suatu hari, kedua pangeran itu mengikuti sabung ayam di daerah Wirosobo. Ketampanan mereka membuat dua putri kembar raja Wirosobo langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Kendati dianggap melanggar norma pada waktu itu, desakan dari dua putri tersebut membuatnya berani melanggar norma.
Raja Wirosobo akhirnya melamar kedua pangeran kembar penguasa Lamongan itu. Sejak itulah perempuan melamar pria menjadi tradisi.
Meski begitu, semua calon mempelai pria harus memberikan seserahan lebih untuk wanita. Tujuannya, supaya pria tidak menggantungkan hidupnya kepada wanita karena bisa dianggap turun derajatnya di hadapan masyarakat. ***
Sumber: liputan6