“Leading In Challenging Time..”
Terkait point (5) di atas, trend berlibur pasti akan terjadi pergesaran gaya dan model, dimana sebuah destinasi yang didukung oleh konsep 4H (history, heritage, habitat, handy craft) kedepannya akan mendapat predikat baru sebagaimana sejarah peradaban yang pernah berlangsung sebelumnya atau di jaman dahulu kala.
Sama halnya orang ingin melihat atau merasakan sejarah yang pernah terjadi. Bukan mengkultuskan atau menganggap wabah adalah suatu keberuntungan, kota Wuhan akan semakin dikenal di dunia setelah melejitnya kasus COVID-19 pertama kali di kota tersebut.
Lalu dari kajian demography, di periode awal (masa transisi atau bahkan setelah masa pemulihan total terjadi) kemungkinan traveller akan memilih destinasi terdekat antar region atau bahkan local tourism (antar kota antar provinsi).
Proses ini akan memakan waktu secara bertahap hingga psikologi manusia benar-benar di brainwash oleh jaman transisi tersebut bahwa “COVID-19 sudah berlalu dan tidak ada lagi”.
Namun walaupun demikian, tentunya kami para praktisi pariwisata sangat tidak setuju jika disebut bahwa kondisi pariwisata baru akan pulih pada 2022.
Secara data statistic artinya tahun tersebut dilihat berdasar setelah zero new case COVID-19 dan semua pasien telah sembuh total. Padahal juga butuh normalisasi infrastruktur (transportasi, supply pangan, perbankan, tenaga pemandu wisata, penataan kembali jasa akomodasi dan lainnya) yang membutuhkan cross attention dan re-injeksi dana segar untuk pengoperasian kembalinya.
Artinya, secara parsial pariwisata sebenarnya sudah dapat mulai dijalankan secara bertahap, asalkan pemerintah menyiapkan regulasi yang melekat terhadap dicabutnya status tanggap darurat secara nasional.