Begini,LimaTahapan Pemeriksaan Sampel COVID-19 di Labkesda Jabar
Selain itu, Nia berujar bahwa hasil yang keluar baik dari ekstraksi maupun Real Time PCR harus memiliki nilai internal control yang baik. Jika tidak keluar nilai internal control, bisa dikatakan sampel itu tidak valid dan ekstraksi harus diulang.
“Di kontrol PCR , ada kontrol negatif dan positif. Jadi kontrol negatif itu harus selalu negatif, dan kontrol positif harus selalu positif. Misal dalam satu kali running (Real Time PCR) kita menemukan kontrol negatifnya jadi positif, itu juga harus diulang hasilnya,” ucap Nia.
Adapun deteksi Real Time PCR yang dilakukan Nia dan rekan bersifat kualitatif. Artinya, hanya diketahui ada tidaknya virus (dalam hal ini COVID-19) tanpa mengetahui jumlah copy number.
“Nanti bisa dilihat nilai Ct (cycle threshold), semakin rendah nilai Ct, virus tersebut semakin tinggi. Semakin tinggi nilai Ct semakin rendah jumlah virusnya. Lalu dibuat interpretasi apakah (sampel) itu positif, negatif, atau invalid. Kurva amplifikasi akan muncul ketika virus itu terdeteksi. Ketika negatif, tidak akan ada amplifikasi,” tutur Nia.
“Setelah interpretasi, kami laporkan ke para dokter yang akan melakukan tahap selanjutnya yaitu verifikasi dan validasi untuk dilaporkan ke rumah sakit maupun Dinas Kesehatan” ujarnya.
Sementara itu, saat tahap Real Time PCR sendiri, virus sudah tidak infectious atau bisa menginfeksi sehingga APD yang digunakan tidak lengkap, hanya berupa jas laboratorium, masker, dan sarung tangan.