Kafe D’Tel, Sarana Terapi Penghidupan Disabilitas Intelektual
Masih menurut Ambarina, dulu disabilitas hanya belajar di kelas. Sekarang mereka dilatih bagaimana mereka menjual dan melayani konsumen. Seperti menanyakan tentang pesanan yang diinginkan, etika menghadapi konsumen, belajar menghitung, dan memberikan uang kembalian dari pembayaran konsumen.
“Motto kita mengantar menuju kemandirian anak-anak yang telah menyelesaikan rehabilitaai sosial. Sebelum mengelola kafe, anak-anak sudah training dengan magang di tempat kerja swasta,” sambung Amabarina
Hingga kini, pelatihan barista dan pengenalan kopi telah menjadi kurikulum resmi di BBRSBG yang dituangkan dalan perumusan rencana investasi. Selain diajari kopi, mereka juga praktik kerja magang di beberapa kafe untuk terapi penghidupan.
Program ini pun sangat diterima para PM, seperti Dika (21 th), seorang barista penyandang disabilitas intelektual yang mengaku senang bekerja menjadi barista di Kafe D’Tel. Sebelumnya, ia magang kerja di sebuah kafe di daerah Kandangan, Temanggung. Pernah pula magang kerja di kafe di Prambanan, Yogyakarta meski tidak lama. Mengelola kafe sendiri seperti sekarang membuat impiannya terwujud.
“Saya merasa senang, ini impian saya bisa mengelola kafe,” ucap Dika. ***(IG)