Dampak Covid-19 Industri Perhotelan dan Restoran di Jabar Rugi Rp 1 Triliun

Berikut komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena akan  mempengaruhi keberlanjutan kondisi usaha Hotel dan Restoran di Jawa Barat pada tahun 2020:sebagai berikut :

1.Kewajiban Pelaku Usaha Hotel

2.Beban Biaya Gaji & Upah Pegawai mencapai 20% dari Total Pendapatan Hotel, berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja.

3.Beban Biaya Listrik/Air/Gas (Energy Cost) mencapai 12% dari TOTAL Pendapatan Hotel, berpotensi pembayaran tertunda.

4.Beban Kewajiban Pinjaman Pokok + Bunga Bank rata-rata mencapai 12%-14% atas Kredit Modal Kerja atau KIK, berpotensi pembayaran tertunda.

5.Beban Kewajiban Pajak Daerah  (PB 1) mencapai 10%  dari TOTAL pendapatan  hotel.

6.Beban Kewajiban Pajak Pusat  (PPh pasal 21, 23 & 25) mencapai 5% dari TOTAL pendapatan kotor pegawai.

7.Beban Kenaikan Harga Bahan Baku & Terhambatnya Pasokan Stok Barang.

8.Beban menghadapi bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, diperlukan pembayaran kewajiban gaji & upah Per Mei 2020 yang berbarengan dengan pembayaran THR 2020.

9.Penurunan rata-rata tingkat pendapatan per hotel yang cukup tajam yang diproyeksikan sebesar Rp 17.247.074.582,-/tahun tidak dapat mengimbangi beban operasional usaha, mengakibatkan rugi bersih usaha cukup besar sebesar (Rp 1.618.500.073,-) per hotel.

10.Penurunan rata-rata tingkat pendapatan per hotel yang cukup tajam yang diproyeksikan sebesar Rp 17.247.074.582,-/tahun tidak dapat mengimbangi beban operasional usaha, mengakibatkan rugi bersih usaha cukup besar sebesar (Rp 1.618.500.073,-) per hotel.

11.Situasi Perkembangan per Februari  s.d. 18 Maret 2020, telah terjadi penurunan tajam atas tingkat hunian kamar di Jawa Barat seiring dengan pandemik wabah Covid-19 yang meluas ke beberapa Kota/Kab, yang mengakibatkan tingkat  occupancy sekarang tinggal 10% – 15%.

12.Sebagai informasi, industri perhotelan merupakan industri padat modal kerja, yang melibatkan pelaku mitra UKM sebagai pendorong ekonomi rakyat dan standar minimal  tingkat hunian sebesar 60% occupancy adalah syarat dasar agar industri perhotelan dapat menjaga kelangsungan usaha tetap terjaga

Berdasarkan kondisi Hotel dan Restoran saat ini dan kedepan, maka kami mengharapkan  Pemerintah dapat membantu dengan memberi kebijaksanaan terhadap :

1.Penghapusan beban Pph 21 dan 25 selama 6 bulan ke depan (April-September).

2.Penghapusan beban PB1 selama 6 bulan ke depan (April-September).

3.Penundaan / keringanan pembayaran kewajiban pajak PBB tahun 2020.

4.Penurunan kewajiban beban listrik.

5.Toleransi yang diberikan oleh Perbankan terhadap pembayaran kewajiban Pinjaman Pokok dan Bunga.

6.Pemberian Subsidi Pemerintah untuk pembayaran BPJS Tenaga Kerja dan Kesehatan.

7.Pembebasan Sementara Pajak Air Bawah Tanah dan Permukaan.

8.Masa berlaku kebijakan tersebut diharapkan dapat terhitung sejak tanggal 1 April 2020  sampai dengan 6 bulan kedepan dengan peninjauan kembali.

Terhadap usulan,saran dan keberatan yang dialami pelaku industri perhotelan dan restoran tersebut, Sekda  Setiawan Wangsaatmaja mengemukakan pihaknya akan mematangkan perbitungan-perhtungan yang sudah disampaikan PHRI dengan dinas-dinas terkait.

“Kami segera akan menindaklanjuti apa yang bapak-bapak sampaikan dengan surat gubernur kepada pemerintah daerah/kota dan Pemerjntah pusat,” kata Setiawan.

Sekda menilai laporan dari PHRI lebih kongkrit dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan dari penyebaran wabah virus corona ini.

(adh)

 

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya