PHRI Berharap Direksi Baru Garuda Bisa Atasi Tingginya Harga Tiket
“Sejak terjadinya lonjakan tiket beberapa tahun lalu, kini banyak orang lebih memilih wisata keluar negeri karena lebih murah. Ke Jepang misalnya, dengan Rp 5 juta sudah bisa pulang pergi. Bayangkan saja, dari Bandung-Bali sudah hampir 3 juta (PP). Ini yang terjadi sekarang,” katanya.
Oleh sebab itu, kepada direksi Garuda yang sekarang, lanjut Yusran, harus bisa melakukan approve kepada pihak lainnya untuk bisa menekan tiket pesawat ini. Karena jika harga tiket masih tinggi, tidak saja masyarakat Indonsia secara luas yang akan dirugikan,tetapi juga maskapai itu sendiri.
“Orang akhirnya mencari alternative menggunakan moda tranportasi darat. Misalnya, untuk di pulau Jawa akses tol sudah membaik. Tapi kan kita bicaranya dalam perspektif lebih luas, bagaimana mengembangkan pariwisata di Indonesia. Terutama di luar Jawa,” tambah Yusran.
Tentu kondisi ini menjadi PR yang tidak ringan bagi jajaran direksi dan komisaris Garuda yang baru. Ada tanggungjawab, mencari jalan keluar supaya jangan sampai destinasi tanah air tidak diminati karena tingginya biaya transportasi udara.
“Kalau semua traveling ke luar negeri, ini kan sama saja kita memberikan devisa ke negara lain. Bagi maskapai dalam negeri (Garuda) sendiri juga bisa rugi, karena penumpangnya turun terus,” tambah Yusran.
Jerih payah Presiden Jokowi keliling Indonesia untuk mempromosikan dan membesarkan destinasi, menjadi sia-sia jika untuk akses mencapai ke tujuan wisata masih rumit.
Sementara itu, sehari setelah dikukuhkan sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra menjadwalkan pelbagai agenda pada, Kamis, 23 Januari 2020.