Outlook Ekonomi Tahun Politik : Pebinis Harus Fokus Faktor Eksternal

Founder CT Corp Chairul Tanjung menjadi moderator dalam acara seminar Outlook Ekonomi 2019 bertema “Prospek Ekonomi Indonesia di Tahun Politik” yang diikuti lebih dari 400 eksekutif perusahaan,Kamis (28/2/2019). Foto:IG

Klik nusae – Bagi pelaku usaha, ketidakpastian memiliki makna berbeda dari risiko. Jika risiko masih bisa diukur, tidak demikian dengan ketidakpastian. Dia muncul dari kondisi ketiadaan akses informasi dan pengetahuan atas apa yang sedang atau bakal terjadi dalam waktu dekat.

Dalam konteks prospek ekonomi 2019, apakah ketidakpastian bakal muncul dari momentum pemilihan presiden (pilpres) atau dari faktor eksternal?

Itulah fokus pembahasan seminar seminar Outlook Ekonomi 2019 bertema “Prospek Ekonomi Indonesia di Tahun Politik”, Kamis (28/2/2019) lalu.

Seminar yang di Founder CT Corp Chairul Tanjung diikuti  lebih dari 400 eksekutif perusahaan.

“Apa yang di-wait dan apa yang di-see?” demikian pertanyaan pancingan yang dilontarkan Chairul Tanjung.

Harus diakui, pilpres memang menjadi perhatian seluruh komponen bangsa karena menentukan arah negeri ini 5 tahun ke depan.

Namun apakah hajatan politik ini menciptakan ketidakpastian karena berpeluang membuat kebijakan ekonomi negeri ini berubah? Tidak juga.

Pilpres kali ini hanyalah duel ulang antara petahana Joko Widodo (Jokowi) dan penantang Prabowo Subianto. Seperti dikutif dari catatan Tim Riset CNBC Indonesia, program ekonomi keduanya cenderung seirama, atau setidaknya tidak ada program yang saling menganulir.

Tidak heran, para panelis mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, hingga Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti sepakat bahwa Pilpres akan berjalan aman dan tak mengganggu pertumbuhan ekonomi.

Demikian juga dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang bahkan memberikan semacam “jaminan” bahwa hajatan politik tersebut akan berjalan dengan aman, sama seperti 11 pemilu dan tiga pilpres yang sudah dijalankan sebelumnya.

Ekonom senior Faisal Basri-yang dalam sesi kedua lantang mengritik over-optimism yang disampaikan otoritas fiskal dan moneter dalam seminar-pun tidak menganggap pilpres sebagai sebuah risiko yang perlu diantisipasi pelaku usaha.

“Siapa pun presiden yang terpilih, pertumbuhan ekonomi 4,75% sudah di tangan. Tidak mungkin sampai krisis,” tutur jebolan Universitas Indonesia yang juga pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) tersebut.

Lalu, jika di dalam negeri yang ada adalah risiko terukur berupa pemilihan presiden, maka pelaku usaha harus memfokuskan pisau analisisnya ke faktor eksternal: perkembangan politik-ekonomi skala global. Di sanalah hantu ketidakpastian itu bersembunyi.

(adh/cnbc)

 

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya