Kereta Api Banjar-Pangandaran Makin Dirindukan
JELAJAH NUSA – Sejak diluncurkan KA Pangandaran relasi Jakarta-Bandung- Banjar, Rabu 2 Januari 2019 lalu, keinginan agar kereta serupa tersambung ke Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat makin menguat.
Seperti yang diungkapkan oleh Mohamad Adi (22) warga Banjar. Dia mengaku sangat terbantu dengan keberadaan KA Pangandaran ini.
“Sering (pulang pergi) ke Banjar. Berhubung ada ini (jadi cukup terbantu),” ucap Adi, saat ditemui di Stasiun Bandung, Minggu (6/1/2019).
Adi tentu sangat berharap dan mendukung bila KA tersebut bisa langsung terkoneksi menuju Pangandaran.
Pasalnya selama ini dia kerap bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebingungan saat akan berwisata ke Pangandaran.
“Kalau naik kereta, wisatawan mancanegara suka bertanya ke Pangandaran pakai apa. Di Lapangan (mereka bingung) enggak tau lanjut (dari Banjar) ke Pangandaran naik apa,” ucapnya.
Dia menyarankan, agar reaktifasi jalur kereta Banjar-Pangandaran bisa cepat direalisasikan. Bila tidak, dia berharap ada angkutan khusus yang disiapkan oleh PT KAI atau pemerintah daerah untuk menghubungkan Banjar dan Pangandaran.
“Sebelum jalur aktif ada kendaraan yang disediakan (sebagai penghubung Banjar-Pangandaran),” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Daop II Bandung Saridal mengaku, masyarakat sangat merespon positif pengoperasian KA Pangandaran. Buktinya saja sejak diluncurkan sampai 31 Januari seluruh kursi KA ini sudah terisi penuh.
“Dari tanggal 2-31 Januari ini sudah terisi 100 persen,” ucapnya.
Disinggung mengenai rencana reaktifasi Banjar Pangandaran sendiri pihaknya mengaku, sedang dalam proses persiapan. Berbagai langkah tengah dia lakukan agar rencana tersebut bisa segera direalisasikan.
Rencana pengaktifan kembali jalur kereta api Banjar ke Pangandaran memang terus menjadi perbincangan antara pihak PT Kereta Api Indonesia dengan pemerintah.
Bahkan PT KAI sudah melakukan inventarisasi sisa-sisa peninggalan jalur kereta api tersebut, khususnya mulai dari Banjar hingga ke stasiun terakhir Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Jalur mati sepanjang 82 kilometer tersebut diresmikan pada 1921 dan berhenti dioperasikan pada 1980-an.
Intrias Herlistiarto dari Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Bandung mengatakan, pihaknya sudah banyak mengungkap tentang sejarah perkeretaapian di Indonesia, terutama jalur kereta api Banjar-Pangandaran.
“Setahu kami, rencana pengaktifan kembali jalur kereta api Banjar-Pangandaran sedang dalam pembicaraan,” ungkap Intrias saat ditemui di kantor Bupati Kabupaten Pangandaran di Parigi, Senin (7/1/2019).
Informasi yang dia peroleh dari Pemprov Jawa Barat, kata dia, terdapat empat jalur kereta api yang menjadi prioritas untuk diaktifkan kembali.
Keempatnya adalah jalur Cibatu-Garut-Cikajang, Bandung-Soreang-Ciwidey, Rancaekek-Jatinangor-Tanjungsari, dan yang terakhir jalur Banjar-Pangandaran.
Intrias mengatakan, secara biaya,reaktifasi jalur KA Banjar-Pangandaran relatif lebih sulit ketimbang pengaktifan kembali jalur kereta yang lainnya.
Kesulitan itu terdapat pada masalah teknisnya. Kesulitaan ini berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan.
Pada saat dibangunnya jalur kereta Banjar-Pangandaran di jaman Hindia-Belanda pun, jalur ini merupakan jalur termahal di Indonesia.
“Ya kalau sekarang, menurut Kepala Daop kemarin, diperkirakan mencapai Rp 15 miliar per kilometernya. Kita kalikan dengan jarak 80 kilometer saja, sudah berapa biayanya?” ujar Intrias.
Terkait dengan kondisi jalur kereta Banjar-Pangandaran saat ini, kata Intrias, akan dikaji kelayakan kembali apakah tetap akan menggunakan jalur yang lama atau membuka jalur baru
“Uji kelayakannya kita lihat dari segi teknis dan sosialnya. Maksudnya apakah harus menggusur bangunan yang sudah menjadi tempat hunian lalu kita tukar untuk membuat jalur yang baru, atau masih tetap menggunakan jalur yang lama,” kata dia.
Intrias juga menyebut, sepanjang jalur kereta Banjar-Pangandaran terdapat 4 terowongan. Keempatnya adalah terowongan Batulawang, Hendrix, Juliana, dan Wilhelmina.
“Kalau secara teknis mudah apabila terowongan diperbesar untuk menyesuaikan besar gerbong kereta saat ini. Tapi bisa juga besar gerbongnya yang disesuaikan dengan lubang terowongan yang sudah ada, seperti di Padang Sumatera Barat kan gerbong keretanya yang menyesuaikan,” papar Intrias.
Dengan demikian gerbongnya yang diperkecil dan beda sama gerbong kereta api yang di Jawa. Tinggal kontruksi terowongannya saja diperkuat tanpa mengurangi struktur, karena untuk ruang bebas gerbong kereta api itu ada syaratnya berdasarkan undang-undang.
Menurut Intrias, jalur kereta api Pangandaran-Cijulang lebih dulu dinonaktifkan kurang lebih pada tahun 1981.Penonaktifan dilakukan berdasarkan faktor ekonomi seiring dengan kemajuan jalur kendaraan angkutan darat.
“Padahal tidak seperti itu, kalau dulu kereta api ini tetap dipertahankan, mungkin biayanya tidak akan sebesar ini,” ucap Intrias.
Dia pun mengatakan, pihaknya siap untuk membantu PT KAI dalam pengaktifan kembali jalur kereta api Banjar-Pangandaran.
“Karena kami dari IRPS memiliki data-data lengkap tentang jalur perkeretaapian Banjar-Pangandaran,” pungkasnya.
Sementara saat dikonfirmasi terkait rencana reaktivasi jalur kereta api Banjar-Pangandaran, Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata tidak berkomentar banyak.
“Rabu besok saya akan bertemu dengan pak Gubernur, Direktur PT KAI dan Kepala Daop untuk membicarakan semua hal terkait reaktivasii jalur KA Banjar-Pangandaran, termasuk segala persoalannya,” kata Jeje.
(adh/pr/tbn)