Grebeg Maulud Di Paris Tak Kalah Seru

Arak-arakan gunungan di acara Grebek Maulud di Yogyakarta. Tradisi ini pun mulai dilakukan di luar negeri, seperti di kedutaan Perancis. Foto:IG

JELAJAH NUSA – Ternyata Perayaan Maulid Nabi Muhammad  yang di Yogyakarta dikenal dengan Grebeg Maulud juga tak kalah serunya di kota Paris,Perancis. Baru pertama kali digelar, lansung mendapat perhatian publik setempat.

Seperti biasa Perayaan Maulid Nabi jatuh pada tanggal 20 November 2018 atau menurut penanggalan Islam, 12 Rabiul Awal 1440 Hijriah. Peringatan Maulid Nabi ini dirayakan di beberapa daerah, khususnya di Keraton Yogyakarta dengan nama Sekaten.Dan puncak acaranya bernama Grebeg.

Di Paris, acara Grebeg Maulud diprakarsai oleh Komunitas Seni 7+ dibantu oleh berbagai Asosiasi Indonesia di Paris atas dukungan Institut Culture Islam dan KBRI Paris. Acaranya berlangsung, Sabtu (24/11/2018).

Seperti ditulis Helene Koloway yang tinggal di Paris perayaan Grebeg telah mencuri perhatian warga Perancis. Budaya unik dan atraksi yang menarik menjadi tontonan mereka yang sedang holiday di Paris.

Grebeg sendiri  berasal dari bahasa Jawa Gumrebeg yang berarti riuh, rebut, ramai atau Anggarebeg yang berarti mengiringi pejabat atau raja.

Kini Grebeg mempunyai makna iring-iringan atau prosesi. Acara Grebeg Maulud diselenggarakan di Distrik 18, Paris.

Prosesi Grebeg yang merupakan ucapan terima kasih kepada Tuhan dengan mempersembahkan hasil bumi dan makanan atau jajanan tradisional Indonesia.

Prosesi ini dimulai dengan persiapan dua Gunungan yaitu Gunung Jaler, yang terdiri dari sayur-mayur. Untuk persiapan Gunungan Jaler ini, pihak panitia berbelanja di pasar tradisional yang berada di sekitar area acara.

Berbelanja di pasar lokal sekitar daerah ini, untuk mendapatkan sayur-mayur seperti hasil bumi di Indonesia, misalnya, cabai, lobak, singkong, bayam yang biasa digunakan di acara Grebeg Maulud di Jawa.

Untuk mendapatkan filosofi dari tempat asalnya acara ini, maka panitia membeli dari pedagang setempat, seperti dituturkan oleh Desi Djoehana, salah satu panitia yang membuat dekorasi Gunungan.

Sedangkan Gunungan Estri adalah makanan tradisional seperti rengginang, wajik hasil buatan para wanita Indonesia.

Grebeg Maulud Nabi yang berlangsung di Kota Paris,Perancis. Pawai Gunungan ini mencuri perhatian publik. Foto:IG

Suhu 7 derajat Celcius musim semi tidak menyurutkan semangat iringan-iringan prosesi Grebeg Maulud. Dengan memakai baju tradisional dengan dalaman hingga 5 lapis, para iring-iringan tampak begitu antusias.

Diawali dengan tarian Cucuk Lampah atau sang pembuka jalan dengan menggenakan beskap. Diikuti barisan pembawa umbul-umbul dan penari cilik yang menarikan kuda lumping.

Tampak barisan penari berkebaya merah dan oranye menari dengan gemulai. Para penabuh gamelan dan pengusung 2 gunungan yang tingginya 50 hingga 80 cm dengan berbaju lurik.

Semua itu tak lepas dari koreografer dan arahan musik dari suami-istri seniman, Kadek dan Christophe Moure.

Iring-iringan prosesi Gunungan ini berjalan sepanjang 260 meter dari gedung ICI Leon menuju gedung ICI Goutte d’Or.

Sepanjang jalan tampak para penonton yang begitu antusias dan ingin mengetahui prosesi Grebeg dan dari negara mana prosesi ini berasal, seperti diungkapkan oleh Muhammed, salah satu penonton.

Acara yang berakhir di gedung utama ICI kemudian dibuka oleh kata sambutan dari Stephanie Chazaloni selaku Direktur ICI. Dia mengatakan, ICI sangat senang dengan terselenggaranya prosesi Grebeg ini.

Menurut Stephanie, melalui acara ini, ICI ingin memperkenalkan kepada masyarakat Perancis akan keragaman budaya Islam dari penjuru dunia, khususnya Indonesia sebagai negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim.

Sedangkan Rully, selaku perwakilan dari KBRI Paris juga mengatakan dukungannya atas terselenggaranya acara ini untuk pertama kali di Paris, bahkan di Eropa.

Acara ditutup dengan berebutnya para pengunjung mengambil hiasan dari Gunungan Jaler dan Estri, sekaligus mencicipi jajanan tradisional Indonesia, seperti lemper, dadar gulung, gethuk, ataupun lumpia.

Acara ini tidak sekadar memperkenalkan budaya Indonesia di Prancis, tetapi merupakan salah satu bentuk dukungan akan keberagaman adat dan budaya lokal Indonesia.

Acara ini juga sekaligus mengusung nilai-nilai budaya, seni, gotong-royong masyarakat Indonesia yang diwujudkan lewat sumbangan berupa tenaga, makanan, maupun uang.

Stephanie menambahkan, Indonesia mendapat perhatian khusus akan keragaman budaya dan Islam, khususnya Jawa melalui pameran dan seni Islam kontemporer selama 6 bulan dengan tema Java Art Energy,sejak September 2018 hingga Februari 2019.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya