International Tour de Banyuwangi Ijen Sukses Promosikan Wisata
JELAJAH NUSA – Olahraga berbalut wisata bertajuk International Tour de Banyuwangi Ijen mampu menggetarkan destinasi Banyuwangi. Puluhan pebalap yang tergabung dalam 19 tim dari 22 negara berlomba berada di posisi puncak.
Perhelatan akbar yang berlangsung 26-29 September dan sudah diselenggarakan selama 7 tahun berturut-turut ini merupakan ajang olahraga berbalut wisata karena di sepanjang rute sejauh 599 kilometer, para pebalap melewati beberapa tempat wisata di Banyuwangi.
Salah satunya adalah Paltuding yang masuk wilayah Gunung Ijen Banyuwangi yang terkenal dengan blue fire atau api biru yang diambil menjadi tema ITdBI tahun 2018, “Spirit of Blue Fire”.
“Para pebalap berasal dari 22 negara dan ajang ini menjadi promo wisata untuk Banyuwangi sehingga semakin banyak dikenal oleh masyarakat luar. Bukan hanya itu, ITdBI ini juga menjadi bagian dari konsolidasi perbaikan infrastruktur dan pengungkit ekonomi daerah. Seperti tema kita Spirit of Bue Fire, semangatnya akan tetap menyala,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Ia mengatakan, setiap tahun ITdBI selalu digelar namun yang membedakannya adalah rute yang dilewati setiap tahun selalu beragam sehingga semua masyarakat bisa merasakan dampaknya secara langsung.
“Saat di etape pertama finish di Rowo Bayu saya sempat terkejut ketika turun dari mobil dipeluk oleh pemuda yang bertato. Dia mengucapkan terima kasih karena finish di Rowo Bayu sehingga jalan depan rumahnya diperbaiki dan mereka bisa melihat bule balapan sepeda. Ini menjadi spirit buat kita untuk terus berbenah,” kata Anas.
Sementara itu Director ITdBI, Jamaluddin Mahmood mengatakan Tour de Banyuwangi Ijen sudah digelar sejak 2012 dan kualitas balap sepeda internasional level 2.2 yang telah masuk agenda rutin Federasi Balap Sepeda Dunia (UCI) itu terus meningkat. Sehingga berdampak pada kemudahan mengundang tim mancanegara.
“Kalau dulu untuk mengundang tim, Banyuwangi harus subsidi. Tapi kini mereka langsung datang. Seperti Kinan Cycling Team, juara Asia Tour, ikut tanpa subsidi. Yang penting mereka bisa datang balapan dan menambah poin UCI,” kata warga Malaysia yang malang-melintang menangani ajang balap di berbagai negara itu.
Jamaluddin mengatakan, saat ini ITdBI sudah digolongkan sebagai balap level 2.2 terbaik. Level 2.2 sendiri adalah tiga tingkat di bawah World Tour Team seperti Tour de France.
“ITdBI termasuk balap 2.2 terbaik Asia. Selain Banyuwangi, ada China, Jepang, Hongkong, Langkawi, Kazakhstan. Predikat terbaik itu diberikan karena kualitas lomba. Begitu juga antusiasme penonton yang tinggi, namun trafik tetap terjaga. Dan yang tak kalah penting adalah nilai jual event berkat dukungan media,” katanya.
Jamaluddin optimistis, ITdBI makin banyak diramaikan tim mancanegara. Apalagi fasilitas di Banyuwangi terus tumbuh.
“Kalau sebelumnya karena keterbatasan hotel, tim hanya membawa 5 pebalap, kini hotel di Banyuwangi tambah banyak, tim bisa mengirimkan 6-7 orang pebalap. Dan bisa 22 tim yang ikut,” ujarnya.
Para juri dari Federasi Balap Sepeda Dunia alias UCI (Union Cycliste Internationale) kompak menilai ITdBI 2018 berjalan sukses.
“ITdBI adalah pelaksanaan terbaik lomba balap sepeda 2.2 yang pernah saya ikuti,” kata Zhao Jinshan, juri asal China.
“Ini merupakan salah satu balap sepeda kategori 2.2 terbaik, tidak hanya di Asia, namun di dunia. Dan saya selalu suka suasana Gunung Ijen,” ujar Tsunenori Kikuchi, juri asal Jepang.
Michale Robb, juri dari Irlandia mengatakan, dirinya telah banyak mengikuti balap sepeda mewakili UCI. Rute yang disajikan Banyuwangi lebih bagus dibanding berbagai negara.
Misalnya, rute tanjakan menuju Gunung Ijen. Rute ini salah satu terekstrem di Asia karena melalui tanjakan berketinggian 1.880 meter di atas permukaan laut dan tingkat elevasi 20 persen. Rutenya menyajikan kemiringan lereng 45 derajat.
“Excellent route! Saya pernah ikut World Tour salah satunya Giro de Italia, rute di sini mirip kejuaraan tersebut,” kata Micky.
Niels Van Der Pijl, pebalap dari tim Australia juga mengaku dia menyukai kopi yang disajikan serta cuaca panas di Banyuwangi.
“Kopi di Banyuwangi enak, saya suka meminumnya tanpa gula, termasuk cuaca panas di Banyuwagi. Sempurna,” ungkapnya.
(kom/adh)