Eki Baihaki: Potensi Pariwisata Jabar Belum Digarap Maksimal

Dr. Eki Baihaki, M.Si, Dosen Magister Komunikasi Jayabaya,Perhumas Bandung dan Tim Wantannas saat menyampaikan pemaparan dalam Diskusi Panel Road to Indonesia Tourism Outlook 2019 “Deregulasi di Era Cyber Tourism” yang digagas oleh Forum Wartawan Pariwisata di Kampus Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung, Rabu, (10/10/2018). Foto:Jelajah Nusa/adhi

JELAJAH NUSA – Pariwisata adalah jawaban dan solusi bagi berbagai macam persoalan.Mulai dari mendongkrak perolehan devisa, menyerap tenaga kerja, memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), hingga mengentaskan kemiskinan.

Lewat sektor pariwisata ini pula pada 2019 diproyeksikan mampu menyumbang produk domestik bruto (PDB) sebesar 15% atau senilai Rp280 triliun untuk devisa Negara. Termasuk didalamnya target 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), 275 juta perjalanan wisatawan nusantara (wisnus), dan penyerapan 13 juta tenaga kerja.

Melalui aktivitas sektor pariwisata maka diyakini mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang lebih tersebar di seluruh negeri ini.

“Oleh karena itu Indonesia perlu segera melakukan deregulasi yang signifikan untuk mendongkrak investasi dan kinerja sektor pariwisata lebih baik lagi,” demikian disampaikan Dr. Eki Baihaki, M.Si, Dosen Magister Komunikasi Jayabaya,Perhumas Bandung dan Tim Wantannas saat menjdi pembicara dalam Diskusi Panel Road to Indonesia Tourism Outlook 2019 “Deregulasi di Era Cyber Tourism” yang digagas oleh Forum Wartawan Pariwisata di Kampus Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung, Rabu, (10/10/2018).

Eki mencontohkan, bahwa Vietnam yang memulai pengembangan sektor pariwisata lebih lambat dari Indonesia dengan deregulasi besar-besaran justru mampu melampaui pencapaian Indonesia dengan pertumbuhan sektor pariwisata yang tertinggi di ASEAN.

Ditambahkan Eki  bahwa hal yang sama pernah dilakukan Jepang lima tahun lalu dan terbukti ampuh meningkatkan jumlah kunjungan wisman hingga dua kali lipat.

“Hanya dalam waktu dua tahun yakni dari 2011 ke 2013 jumlah wisman ke Jepang meningkat dari 9 juta ke 20 juta orang,” ucapnya.

Deregulasi peraturan yang mendukung pariwisata itulah,lanjutnya,yang diharapkan menjadi denyut dan semangat baru bagi sektor pariwisata Indonesia untuk berkembang lebih pesat.

Menurut Eki,pariwisata Jawa Barat memiliki potensi besar, tapi belum dikembangkan secara optimal. Geopark Ciletuh salah satu wujud sinergi pentahelik yang positif termasuk dengan keterlibatan Bio Farma.

Potensi alam Tatar Sunda adalah karunia Tuhan dengan alam yang indah. Sehingga MAW Brower dalam ungkapan yang puitis, mengatakan “Bumi Pasundan, lahir ketika Tuhan sedang tersenyum”

Hingga saat ini jumlah kunjungan wisman di Jabar masih sekitar 5% dari wisatawan Nusantara. Angka ini sesungguhnya masih kecil jika dibandingkan wisman Turki dengan target 40 juta di tahun 2018 atau lebih dari 50 % jumlah penduduknya.

Selain aspek instrumental yaitu regulasi yang kondusif untuk mendongkrak wisatawan juga aspek kultural yaitu hadirnya Sinergi Pentahelix, sebagaimana yang diinisiasi Menpar Arief Yahya.

“Terjemahan lokalnya basamo mako manjadi. Istilah Pentahelix merujuk pada kolaborasi 5 unsur subjek atau stakeholder pariwisata: Academician, Business, Community, Government dan Media. Biasa disingkat ABCGM,” paparnya.

Diskusi panel ini dibagi dalam tiga sesi yakni keynote spech Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, karena berhalangan hadir, maka keynote spech berikutnya disampaikan oleh perwakilan Kemenpar Edy Wardoyo, selaku Sekertaris Deputi Pemasaran I Kementerian Pariwisata.

Pada sesi kedua yang dimulai pada pukul 10.00 – 12.00 WIB penyampaian materi oleh narasumber yang mewakili Kemenpar, I Gde Pitana yang menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Promosi Pariwisata dan Guru Besar Universitas Udayana, Bali.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya